Kamis, 30 Agustus 2012

Kepuasanku - 2


Dari bagian 1

Sabtu aku libur, istriku sudah bersiap-siap pergi dengan beberapa teman komplek, katanya sih ada acara masak-masak di tempat temannya yang akan menikahkan anak sulungnya.
"Pa, Mama ajak Surti (pembantu rumahku) ya.." katanya.
"Mama lama ya?" kataku.
"Ah, nggak. Orang cuma di komplek aja kok. Sore juga pulang" jawabnya.
"Ya udah!" jawabku.
Gak lama istri dan pembantu udah ngacir pergi. Aku ambil perkakas kerja dan naik keatas genteng membetulkan yang bocor.
"Oom, Tante.. Pinta datang" teriak Pinta.
"Oom diatas, Pinta!" balasku.
"Ngapain? Jatuh lho main diatas genteng" candanya.
Aku tersenyum bergegas menyelesaikan pekerjaanku, dalam hatiku menggebu-gebu karena keponakkan kesayanganku datang.

Sampai dibawah, Pinta menghampiriku bertanya "Tante mana?".
"Pergi ke rumah temannya, acara masak-masak" tandasku.
"Si Mbok dibawa juga" tanyanya lagi.
"He-eh, lho kamu udah liburan yah.." tanyaku balik.
"Iya, sambil nunggu hasil ujian" katanya.
"Kamu mau minum apa" tawarku.
"Gak mau minum, aku mau ama Oom aja" jawabnya dan merangkulku.
"Yeah, baru sampai langsung eksen.." candaku.
Dia terus merangkul aku dan mendekapku dengan kencang.
"Ayo dong Oom, nanti tante keburu datang" mintanya.
"Ah, Tante pulang sore kok" jawabku.
Kami ngobrol di depan TV ngalor ngidul menceritakan pengalaman kita bermain seks, ternyata Pinta memang tergolong keponakkan yang supel ("Suka Peler").

*****

Singkat cerita kami sudah bergumul saling mencium dan melumat bibir lawan mainnya. Dia begitu panas hari ini, kulepaskan pakaiannya satu persatu dan terus melumat payudaranya. Dadanya bagus, kencang dan putingnya hitam kecoklatan. Aku hisap puting kanannya dan tangan kiriku meremas yang kiri. Dia menggelinjang kencang ditambah desisnya yang kadang mengencang ditambah suaranya yang keluar "Aahh..". Aku jilati bagian perut dan pusarnya membuat dia makin tergila-gila menahan kenikmatan ujung lidahku. Puas diatas, ditengah sekarang aku ke bawah. Celana dalamnya masih dipakainya, kulihat celana dalamnya sudah basah oleh cairannya sendiri. Aku turunkan celananya dan membuangnya dekat TV. Aku turunkan kepalaku dan melumat bibir vagina keponakkanku. Dia mengerang keras dan menjepit kepalaku dengan kedua kakinya. Aku buka vaginanya dan kulihat itilnya yang kecil, segera kucium dan kujilati naik turun membuat dia semakin menggelora.

Lama sekali aku menjilati vaginanya, karena aku ingin membalas budinya pada malam itu. Sekarang saatnya aku membalas budinya dengan cara melumat dan menjilat kadang kusedot keras itilnya. Dia bergerak naik turun untuk mengibangi gerakan mulutku yang ada di sekitar lobang vaginanya.
"Ah, uh.. Pinta mau keluar Oom.." katanya terpatah-patah.
Aku semakin meningkatkan gerakanku, dan dia semakin mengencangkan jambakannya ke rambutku.
"Ahh.. ah.. Ooomm, Pinnta.." badannya mengejang keras.
Kakinya mendekapku erat dan aku hampir tidak bisa bernafas dibuatnya. Dia menegang beberapa kali, dan aku membenamkan seluruh mukaku ke vaginanya. Dia kejang-kejang sedikit begitu masih kujilati itilnya, kemudian dia tarik aku, dicium dan dilumatnya bibirku dengan nafsu.

*****

Ternyata dia memang belum mau berhenti, dia terus menciumi aku dan mendorongku untuk tiduran, aku mengikuti apa yang dia inginkan. Dia langsung mengarah ke burungku dan menghisapnya. Kubiarkan dia memainkan burungku, dia jilat bijiku, dia kulum kepala burungku dengan cepat. Aku duduk dibawah dan menuntunnya untuk menduduki aku diatas. Dengan cepat dia mengerti apa yang kumaksud, dia berjongkok diatas burungku. Tangan kananya memegang burungku dan mengarahkannya ke lobang vaginanya,
slleebb.. sekarang burungku ada disangkarnya.

Pinta mendesah dan menatapku dengan pandangan sayu dan birahi. Pelan dia angkat pantatnya dan pelan pula di menurunkannya. Aku hanya memperhatikannya dan melihatnya memasukkan dan mengeluarkan burungku di vaginanya. Setelah terbiasa dia mulai melakukan gerakan berirama. Kadang naik turun, kadang pantatnya memutar kiri dan kanan, membuatku benar-benar merasakan kenikmatan vagina keponakanku sendiri. Aku genggam pantatnya kubantu dia menggerakkan pantatnya. Pinta benar-bebar menikmati burungku dia terus menggerakkan dengan kekuatanya untuk mendapatkan kenikmatan kedua kalinya. Aku sendiripun sebenarnya sudah tak tahan lagi, tapi Pinta sepertinya mau keluar lagi.
"Ahh.. hhaahh" suaranya.
Desahan panjang dengan getaran badannya membuatku tahu kalau dia sudah orgasme untuk kedua kali.
Kuputar badannya untuk segera aku tindih, aku sudah nggak tahan.
"Oom nggak tahan nih.." pintaku.
Pinta membetulkan posisinya dengan duduk dan bersandar di sofa dibelakangnya. Aku masukkan kembali burungku ke vaginanya, kali ini aku sudah nggak tahan lagi.
"Oom, jangan dimasukkin yah maninya.." ajar Pinta kepadaku.
Aku mengangguk dan terus menggenjot pantatku maju mundur.

Pinta mencium bibirku sambil memainkan lidahnya di dalam mulutku danmenjilati mukaku. Begitu mau keluar, kucabut batangku dan mengocokknya diatas vaginanya, Pinta terus menciumku dan ikut melihatku mengocok burungku sendiri.
"Achh.. ahh.. ahh.." desahku.
Kukeluarkan semua spermaku keatas perut, tembakan spermaku yang pertama kena di pipi kiri Pinta sementara sebagian ada di perut dan menetes di sekitar bulu-bulu vaginanya. Banyak juga kulihat spermaku keluar, kental dan banyak. Aku bagkit dan mengarahkan burungku untuk dikulum Pinta, aku geli luar biasa merasakan kuluman Pinta. Kami terkulai bersama diatas karpet di depan TV rumahku. Pinta tiduran di sekitar perutku sambil memainkan burungku yang sudah mengecil, dan aku duduk bersandar sofa.

*****

"Pinta, Pintaa..!" seorang gadis memanggil keponakanku di luar.
Kami sedikit panik dan bergegas untuk bangkit serta berbenah diri, tapi itu temannya Pinta sudah membuka pintu depan dan memandang kami yang bertelanjang bulat. Pinta langsung berlari ke depan pintu dan menarik tangan temannya itu.
"Kamu ngapain, Pinta?" tanyanya sambil melihatku bertelanjang.
"Kamu nggak usah bawel deh.." jawab Pinta dengan sedikit judes.
"Hai!" sapaku ke temannya Pinta yang nginap waktu itu.

Temannya tersenyum sedikit, dan Pinta menutup pintu kembali setelah menarik temannya duduk dekatku. Temannya bingung nggak karuan melihatku yang masih telanjang dan duduk disampingnya.
Pinta langsung duduk ditengah-tengah kami, dan berkata "Tumben kamu hari Sabtu kesini? Biasanya udah ngilang!" tanya Pinta.
"Aku.. aku, nggak jadi pergi, makanya aku kemari.." jawab temannya gugup.
"Kamu takut ya?" tanyaku kepada temannya Pinta.
"Takut..? Takut apaan.. dia takut? seneng kali!?" potong Pinta.
"Lho kok kamu yang jawab?" tanyaku ke Pinta.
"Dia ini Oom yang ngajari aku beginian.." jelas Pintaku.
"Ah, nggak Oom, Pinta bohong..!" jawabnya sambil tertunduk malu.

Aku mendekap Pinta dari belakang, kurangkul dia dari belakang sampai kuangkat dia kepangkuanku, kembali aku cium tengkuknya. Ku ciumi punggungnya dan tanganku meremas payudaranya. Kuputar sedikit badannya agar aku bisa mencium payudaranya. Aku terus mencium dan menghisap puting payudaranya, sedangkan kulihat tangan kiri Pinta mengelus pipi temannya. Temannya beringsut malu dan sesekali melirik kami berdua. Pinta melepaskan rangkulanku dan mendekati temannya. Dia ciumi temannya itu, temannya diam dan coba untuk membrontak tapi Pinta sepertinya tau kalau itu bohong.

Temannya melirikku dan melihat batang burungku yang masih tidur. Aku pegang kepalanya dan menuntun temannya kearah burungku, temannya mengikuti gerakan tanganku. Posisi kita di sofa sekarang benar-benar kayak di film bokep aja, temananya Pinta tertelungkup dengan mukanya di burungku, Pinta nungging membelakangiku dengan kaki kiri naik disandaran sofa membuatku melihat garis vagina keponakan. Sementara batang burungku asyik dilumat sama temannya Pinta tangan kanan kiriku meremas payudaranya temannya Pinta, tangan kananku memegang vaginanya Pinta. Sedangkan Pinta sudah asyik menjilati vagina temannya. Mereka berdua mendesah, bergumam masing-masing kudengar.

Lama kami saling menjilati, melumat dan mencium kemaluan lawan main. Aku membantu Pinta untuk membuka baju temannya, setelah itu kita saling memandang tubuh telanjang kami. Pinta langsung meniduri temannya dan kemudian menuntun burungku untuk dimasukkan ke vagina temannya. Kami bertiga bermain di sofa, aku mamsukkan burungku ke vagina temannya, Pinta menghisap dan memainkan payudaranya temannya. Aku kocok keluar masuk burungku, kudengar temannya hanya mendesah dan mengeluarkan kata-kata ah, uh aja.

Temannya memegangi tangan kiriku dan terus ikut mengerakkan pantatnya maju mundur sedangkan tangan kanannya merangkul Pinta untuk terus menghisap payudaranya. Payudaranya putih dan mulus kulihat bergerak keatas kebawah mengikuti sodokan burungku.
"Ahh.. ahh, akuu.. ahh" jerit temannya Pinta. Dan badannya mengejang tegang sekali, aku terus mempercepat gerakanku semetara Pinta melumat bibirnya dengan cepat. Kulihat temannya mengejang sampai akhir, kubiarkan burungku di dalam vaginanya. Temannya melepas rangkulannya ke Pinta dan datang menghampiriku sambil mendekap dan menciumiku.

Kucabut batang burungku, kali ini Pinta yang nungging dan minta untuk dimasukkan burungku. Aku menurut saja, kemasukkan burungku ke dalam vagina Pinta dan bergerak maju mundur. Pinta benar-benar nikmat sekali sepertinya, sementara temennya sudah tiduran di bawah payudaranya Pinta. Kulihat vagina temannya, sambil burungku main dengan vagina Pinta tangan kananku memegangi vagina temannya. Kulihat mereka asyik dengan permainan bebas berekspresi seperti ini.

Pinta membuat gerakan maju mundur yang berirama dan aku meihat temannya sudah basah lagi. Aku capek dibuat sama mereka, aku berhenti dan duduk di sofa, Pinta melihatku dan beranjak hendak menduduki aku. Kubiarkan dia memasukkan kembali batang burungku dan terus menggoyangnya dengan lihai. Temannya mendekati wajahku dan mencium bibirku. Kembali vagina temannya Pinta kupegangi dan sambil kumainkan itilnya.

Pinta mempercepat gerakannya, dia asyik sendiri dengan menikmati burungku yang ada di dalam vaginanya kadang naik turun, memutar-mutar tak menentu. Temannya Pinta jatuh tidur di dadaku dan mendesah-desah karena itilnya kumainkan terus tanpa henti sedari tadi.
"Ahh.. ahh.. ah, Oom.." temannya Pinta sudah keluar lagi.
Dia gigit puting dadaku menahan rasa nikmat yang dia rasakan. Sementara itu Pinta semakin mempercepat gerakannya, badanku bergoyang dan bergerak nggak karuan akibat goyang si Pinta. Temannya Pinta sudah duduk di sampingku dan melihat Pinta yang sedang sibuk bergerak sendiri untuk mecapai orgasmenya lagi.
Kemudian, "Ahhcchh.. Ooomm, Piinntaa suudah kelluuaarr.." katanya.
Dia langsung jatuh kepelukkanku dan badannya kejang-kejang beberapa, bergetar dan kakinya menjepit pinggangku sambil menggoyangkan pantatnya memutar-mutar. Aku peluk dia sambil kuciumi tengkeku lehernya, tanganku memegang pantatnya yang montok dan keras itu. Pinta kembali bangun dari pelukanku dan menciumku dengan ganas.
"Ihh, Oom hebat juga yah.." katanya manja padaku.
"He.. he.. he" tawaku bangga.

Pinta kembali menciumku dan memelukku dengan gemas. Burungku masih ada dalam lobang vaginanya Pinta dan sudah nggak tahan untuk segera menyelesaikan permainan panas ini.
"Oom, belum keluar lagi ya?" tanya Pinta.
"Belum.. ayo dong cepet, nanti Tante pulang nih..!" jawabku cepat.
Pinta langsung mencabut burungku yang sudah mengkilat kayak abis disemir akibat cairan si Pinta.

Pinta mendekati burungku mengelapnya dengan kaosku karena cairannya Pinta sendiri yang membanjir burungku dan mulai mengocok serta menciumnya. Pinta langsung mengulum burungku dengan gerakan erotisnya, temennya Pinta tertarik untuk bergabung dengan Pinta. Dia ikut turun ke bawah dan memegang bijiku serta menciumi pahaku. Aku benar-benarterangsang berat melihat dua gadis sedang menikmati burungku, ada yang mengulum dan ada yang menciumi daerah sekitar burungku.

Aku merasakan nikmat yang amat sangat diperlakukan seperti ini. Kulihat kadang mereka berganti-ganti mengulum burungku. Akhirnya lama mereka mencium dan mengukum burungku, pertahananku jebol dibuat mereka.
"Ahh.. aarrgghh.. ah, uhh.." desahku.
Mereka berbagi sperma yang kukeluarkan sambil mengocok dan menempelkan bibir mereka di ujung kepala burungku yang masih mengeluarkan sperma.

Setelah selesai aku mengeluarkan spermaku, mereka kembali mencium dan menjilati batang burungku sesekali mengulumnya. Aku merasakan geli yang bisa membuatku terbang ke awan sono. Akhirnya aku angkat mereka dan kutarik duduk disampingku. Pinta sebelah kananku dan temannya ada di sebelah kiriku. Aku peluk mereka berdua dan kucium bibir mereka satu-persatu segbagai tanda terima kasihku.

Akhirnya mereka bangkit dan terus berjalan ke kamar mandi sedangkan aku masih duduk termangu memandangi tubuh mereka dari belakang berjalan dengan lenggak lenggok ke arah kamar mandi.

*****

Semenjak itu aku dan keponakan melakukannya lagi denganku disaat rumah benar-benar aman untuk kami berdua, kadang malam hari kadang siang hari disaat istriku sibuk ama teman kompleknya. Pinta sering juga mengajak temannya itu datang ke rumah untuk bisa melakukannya lagi bersama-sama aku. Sekarang Pinta sudah menikah dengan pacarnya itu, mereka sepertinya hidup bahagia begitu juga denganku dan istriku.

E N D




Article Directory: http://www.sumbercerita.com

Kepuasanku - 1


Lelaki seperti aku ini bukanlah lelaki yang puas hanya dengan berhubungan dengan satu wanita. Postur badanku tinggi dan besar, maka sering kali aku melihat wanita-wanita melihatku ataupun hanya sekedar melirikku untuk memperhatikan besarnya tubuhku. Aku menikahi istriku beberapa tahun lalu setelah kami berpacaran 7 tahun lamanya. Semenjak kira pacaran berduapun aku sudah tahu kalau aku berpacaran tidak mau hanya "sekwilda" (sekitar wilayah dada) atau bercumbu bermesraan bagai
sepasang merpati memadu kasih.

Buatku kasih itu diukur dengan kegiatan seks yang telah kita lakukan. Istriku ini pertama kali tahu bentuk burung seorang laki-laki itu dari aku, karena aku yang memberitahunya, mulai dari cara memegang, mengulum sampai cairannya keluar. Kejadian pertama aku lakukan kepada istriku sekarang sewaktu kita masih berpacaran, yaitu pada saat aku masih kost dekat dengan kampusku.

Aku ajak dia bermesraan di dalam kamar, lalu kubuka pakaiannya atasnya, kuciumi buah dadanya yang saat itu masih mengkel dengan puting berwarna merah kecoklat-coklatan. Dia menggelinjang merasakan nikmatnya isapan di payudaranya. Kubiarkan dia mendesah dibarengi dengan erangan nafsu yang coba membakar dirinya. Masih terus aku mencium dan menjilati puting payudaranya, tangan kananku asyik membuka celana jeansnya. Dia benar-benar lupa diri saat itu, dia biarkan celananya lepas dari kakinya. Pelan-pelan kulepas lagi celana dalamnya dan kutarik sampai ke ujung kaki. Kulihat bulu-bulu yang tumbuh di sekitar vaginanya.

Kuusap-usap sesekali kegenggam gundukkan vaginanya terasa begitu tebal dan basah. Dia mendesah dan menggeliat tak karuan, dari dada aku langsung turun ke bawah untuk mencium aroma vaginanya. Dia terdiam sambil melihatku turun kebawah dan mencium vaginanya. Sesampainya aku di vaginanya, langusung kucium bulu-bulunya dan kutempelkan bibirku di bibir vaginanya. Dia mengerang dan meremas kepalaku dengan kencang, aku tahu kalau dia sudah nggak tahan diperlakukan seperti itu.
"Suu.. suddah dong, aku nggak tahan lagi" erangnya.

Aku dekati wajahku ke mukanya dan kulumat bibirnya, sambil berkata, "Kenapa? Kamu geli banget ya?
"Sudah ya, nanti kita keterusan.. bisa bahaya nanti" pintanya.
"Inikan baru pemanasan!" jawabku.
"Memangnya mau ngapain lagi, sudah ya.. jangan lagi!" tegasnya.
Aku diam tertunduk sambil menahan gejolak birahi yang sudah bangkit dan mau meledak ini.
"Kok diam, kenapa.. kamu jadi pusing ya?" tanyanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk pelan, dan dia memegang mukaku dan menciumku dengan lembut.

Aku kembali memegangi payudaranya dan memilin putingnya. Dia kembali mendesah, dalam hati aku berharap permainan ini harus tuntas. Aku mencium payudaranya dan mengarahkan tangan kirinya ke arah burungku yang sudah mengencang. Pelan-pelan dia buka resleting celanaku dan mencoba meraih burungku yang ada di balik celanaku. Aku merasakan sepertinya dia kesusahan meraih burungku. Aku bangun dari tempat tidur, membuka kaos dan celanaku sampai telanjang bulat. Dia melihat terbelalak melihat burungku, aku duduk di sampinnya dia tidur.

Aku pegang tangannya dan mengarahkannya ke arah burungku. Burungku juga sudah basah dengan cairanku sendiri, begitu dia pegang burungku terasa tanganya menjadi licin karena cairanku sudah banyak keluar. Tangannya bergerak sesuai dengan nalurinya memaunkan burungku. Asyik dia bermain dengan burungku sedangkan aku asyik memandangi tubuhnya yang putih itu. Aku dekatkan kembali bibirku ke bibir vaginanya sambil menciumi bulu-bulu yang tumbuh di vaginanya. Sekarang posisi kita jadi 69 cuma bedanya aku tidak diatas badannya. Aku jilati semua daerah di sekitar vaginanya kadang aku buka bibir vaginanya dan memainkan itilnya. Dia mengejang dan merintih menahan kegelian yang kulakukan di vaginanya.

Aku bangun dari tempatku dan langsung menindihnya. Dia sudah nggak tahan lagi untuk segera melakukan hubungan badan denganku. Dia terus memegang burungku dan coba untuk mengarahkan ke lobang vaginanya. Kutahan tangannya yang coba memaksakan burungku masuk ke dalam.
"Lho kenapa? Kok kamu jadi berhenti?" katanya.
"Jangan dimasukkan deh, aku nggak mau beresiko" jawabku.
"Kamu maunya diapain?" jawabnya lagi.

Aku tempelkan burungku ke bibir vaginanya, ketekan dan kegesek-gesek. Dia mengerang geli dengan mata yang tertutup rapat. Aku tindih badannya dengan badanku dan terus menggerakkan pantatku maju mundur. Dia terus mengerang dan mendesah. Aku paling senang melihat wanita kalau lagi berhubungan badan, desahannya, erangannya, dekapannya sampai kenikmatan yang aku berikan, seperti lupa segala-galanya. Dia ikut bergerak tak menentu untuk menambah kenikmatan itu. Pelukannya kurasakan makin kencang dengan ditambah dekapan kakinya di pinggangku semakin mengeras.
"Ahh.. aku kkelluarr, ah.. ah.. ah" desahnya.

Aku ciumi dia dengan semangat agar dia bisa merasakan orgasmenya dengan nikmat. Akhirnya dia menegang dan badannya seperti kesetrum listrik bergetar menahan banyaknya cairan yang dikeluarkan. Aku peluk dia sambil tersenyum, dia sepertinya malu dan kemudian menyembunyikan wajahnya dalam dadaku. Aku angkat wajahnya dan kulihat wajahnya sayu menahan malu dan nikmat yang dia rasakan.
"Enak sayang, nggak usah malu, itu normal kok..!" kataku.
"Kamu juga udah keluar!" tanyanya lagi.
"Belum!" jawabku.

Aku duduk disampingnya yang ikut duduk untuk kembali mendekapku dari samping.
"Burungmu masih berdiri aja sih, emang nggak diam dulu?" katanya.
"Kalau belum keluar mana mau tidur dia?" kakakku.
Dia pegang burungku dengan dua tangannya. Dia pelintir burungku dan memegangi biji-bijiku, kurasakan nikmat tangan pacarku ini. Aku pegang kepalanya dan mengarahkannya ke arah burungku, dia mendekat dan menciuminya. Aku perhatikan dia memperlakukan burungku, cuma dicium bukannya dikulum.
"Masukkan dong ke dalam mulut" ajarku.
"Ah nggak ah, jorok kan.." jawabnya.
"Yah, kagak bakal keluar kalau cuma digituin sayang" jawabku.
"Dimasukkan begini?" kayanta sambil mengarahkan burungku kemulutnya.
"Iya, kayak kumu makan es krim!" kataku.

Kemudian pelan-pelan sedikit demi sedikit dia mulai memasukkan ke dalam mulutnya. Lama kelamaan dia mulai mengerti apa yang maksudnya dikulum. Dia belajar cepat untuk pemula sepertinya. Dia kocok dan dia masuk dan keluarkan kepala burungku dari mulutnya. Tak lama aku berdiri di depannya, sementara dia duduk di penggir kasur. Aku arahkan batang burungku kemulutnnya. Aku kocok burungku di dalam mulutnya. Sesekali kulihat dia menelan semua batang burungku dan hendak tapi ditahannya.
"Ah, aku udah mau keluar sayang" kataku.

Dia pegang batangku dengan dua tangannya dan membantu mengocok-ngocok batang kemaluanku. Begitu sudah mau keluar kucabut batangku dari mulutnya dan terus mendekap kepala pacarku itu ke arah burungku. Tangannya terus bergerak dam mengocok kepala burungku sambil menciumi batang burungku.
"Ah, ah.. achhs.. hhaahh.." suara yang keluar dari mulutku.
Dia cium seluruh burungku dengan tanpa henti mengocok burungku membuat aku semakin banyak mengeluarkan cairan dan membasahi pipi kananya. Badanku masih mengejang dikit-dikit akibat tangannya yang masih belum diam mengocok burungku.
"Sudah sayang, sudah.. gelikan?" kataku.
"Ihh, pipi aku jadi belepotan kamu bikin" katanya.
Aku rangkul dia dan memeluknya sambil tiduran dan dia memelukku erat.
"Enak juga yah.. tiduran berdua begini telanjang lagi.." candaku.
"Kamu emang demen begini?" jawabnya.
"Eh, siapa yang nggak suka tidur telanjang berdua begini?" jawabku.
Dia diam saja sambil terus mendekapku dan mengelus kepalaku.

Sekarang dia sudah jadi istriku, dan sebelum kami menikaHPun kami tidak pernah melakukan hubungan badan hanya esek-esek saja. Aku selalu bilang kepadanya dulu, kalau kita melakukannya dan menikah, malam pertama kita tidak lagi istimewa karena sebelumnya kita pernah melakukanya. Dan alhasil malam pertama, kita melakukannya pertama kali bersama dan itu nikmat yang kurasakan saat itu.

*****

Sekarang kami tinggal di rumah dengan type mungil ditambah satu orang pembantu dan sering kali keponakkan perempuan kita menginap disana. Pada hari tertentu Keponakan nginap karena dia harus masuk pagi ke kampus, supaya nggak telat katanya. Keponakan berkulit coklat dan manis, dan sudah kuliah semester lima. Tergolong pintar dibandingkan temen-temennya yang lain, IPK-nya 3,4. Sore itu aku pulang lebih awal dari kantor, kulihat keponakkanku duduk di teras depan dengan kedua teman perempuanya. Mereka seperti sibuk membuka buku-buku kuliah.
"Lho, kok pada duduk diluar! Belajar di dalam sana!" sapaku.
"Sore Oom..!" kata kedua temannya serentak.

Aku ikut duduk di lantai sambil membuka sepatuku dan coba melihat buku apa yang mereka baca.
"Mau ujian baru pada buku?" kataku.
"Iya nih, besok ujian akhir Oom.." kata temannya yang satu.
"Ujian apa?" tanyaku lagi.
"Akuntansi Biaya, Oom" jawab keponakkanku.
"Mau Oom ajari nggak, Oom kerjanya ngurusin akuntansi perusahaan" tawarku.
"Mau, mau Oom.." serempak mereka berteriak.
"Oom mandi dulu yah.." kataku sambil masuk ke dalam rumah.

Kulihat sekilas gadis-gadis muda belia itu, segar dan benar-benar membuatku mengenduskan nafas panjang. Selesai mandi sesuai dengan janjiku aku ajari mereka soal akuntansi, sampai jam 8.00 malam temannya yang satu pamit pulang sedangkan temannya yang satu nginap di rumahku.

*****

Malam itu aku masih menonton film tengah malam, kudengar pintu kamar keponakkan terbuka dan kulihat keponakkan bangun dari tidurnya.
"Belum tidur Oom!" katanya sambil menggosokkan matanya.
"Belum! Mau ngapain bangun malam begini" tanyaku.
"Haus Oom, Pinta mau minum" jawabnya sambil duduk disampingku.
"Ya, udah Oom ambil dulu!" kataku.

Kulihat dia memakai baju longdress pendek tipis dan tanpa menggunakan BH, pentilnya menonjol keluar memberkas di baju tidurnya. Selesai ambil minum kedekati dia dan menyodorkan minuman.
"Temanmu sudah tidur?" tanyaku.
Pinta hanya mengangguk sambil terus meminum air putihnya sampai habis.
"Ahh, enak, segeer. Oom nonton apa!" tanyanya.
"Ah, film barat! Apa ya judulnya?" jawabku.

Kulihat dia mau ikutan nonton dan terus merebahkan kepalanya dibahuku.
Kurangkul dia dengan lembut sambil berkata, "Sudah tidur sana!".
Sambil merangkulnya kulihat payudaranya dari balik baju tidurnya. Begitu mengkal dan mantap, badanku bergetar pelan melihat pemandangan itu. Kurangkul dia erat dengan kedua tanganku, tangan kananku menyentuh dua bukit yang tertutup baju tidur. Aku elus tangannya dia pelan-pelan, aku benar-benar pengen menciumnya. Lupa diriku membuat aku nggak sadar akhirnya untuk segera menciumnya. Kudekap mukanya dan kucium dia bibir mungilnya dengan pelan-pelan. Matanya terbuka dan kemudian dia mendorongku pelan.

"Oom, jangan Oom!" tegasnya.
"Oom cuma mau cium kamu aja kok" kataku.
"Tante di kamar lho Oom, udah ah Pinta mau tidur!" ujarnya.
Aku pegang tangannya lembut dan coba untuk membiarkannya pergi tidur.
"Oom kenapa? Emangnya Oom lagi mau!" tanyanya lagi.
"Ah nggak kok, tadi Oom cuma mau cium kamu aja" jawabku.
Pinta kembali duduk mendekatkan diri kepadaku. Dia cium pipi kiriku, dan menarik mukaku berhadapan dengan mukanya serta mencium bibirku.

Aku terhentak kaget, "Eh, sekarang kamu yang aneh..!" kataku.
"Sini Oom, Pinta pegangin aja ya..!" kata keponakkanku.
"Kamu serius, Pinta!" jawabku.
"Oom mau nggak, n'tar Pinta tidur nih" ancamnya.
"Emangnya kamu pernah.." kataku terpotong.
"Udah deh, nanti Tante bangun.. Oom nggak jadi!" jawabnya cepat.

Dia masukkan tangannya ke dalam celanaku, memegang dan coba membangunkan burungku yang sedang tidur. Aku turunkan celanaku agar dia bisa leluasa bekerja, dan membuka baju atasnya agar bisa kulihat payudaranya. Payudaranya begitu bagus terlihat oleh mataku, kuremas dan kupilin petilnya. Pinta mendesah kegelian dan membuat kocokannya semakin cepat.
Dia lepas tanganku dan berkata "Oom aja deh..".
Dia tertelungkup dan menghisap batanganku, nikmat kurasakan kuluman keponakanku ini. Dalam hati berpikir kalau dia pernah melakukan hal ini sebelumnya.

"Kamu pernah begini, Pinta!" tanyaku.
"Cuma pacar Pinta sering minta Pinta giniin" ujarnya.
Dalam hatiku berpikir, "Sama kayak aku pacaran dulu dong?!".
Dia terus mengulum burungku dengan kocokan tangan kanannya yang sudah mengetahui seluk beluk burung laki-laki. Makin cepat kocokannya membuat diriku mengerang pelan dan meremas pantatnya yang keremas-remas.
"Oom.. nggak kuat Pinta, Oom mau keluarr..!" erangku.
Pinta bangun dari tempatnya dan pindah jongkok menghadap burungku. Dia kocok burungku dengan mengarah ke mulutnya yang terbuka. Aku benar-benar merasakan nikmat luar biasa dengan sensasi yang dia lakukan.
"Ahh.. sshh, Piinntaa.." erangku.

Dan.. croot.. croot, keluarlah spermaku dan masuk kedalam mulutnya. Dia terus mengock membuat cairanku keluar banyak sekali (ada kali 6-7 kali). Mulut dan mukanya penuh dengan spermaku, selesai spermaku keluar dia kulum lagi batangku dengan lembut. Wah, hebat banget keponakanku ini, pintar luar dalam. Puas dia kulum burungku, aku cium bibirnya dengan mesra.
"Terima kasih sayang.. Kamu benar nggak mau juga!" ucapku.
Dia bangkit berdiri dan sambil tersenyum mesra dia berkata "Besok-besok aja Oom..".
Pinta langsung ke kamar mandi dan masuk kamar. TV ku matikan dan masuk kamar, istriku tertidur pulas banget. Aku dekap dia dari belakang dan ikut tidur puas.

Ke bagian 2




Article Directory: http://www.sumbercerita.com

Keponakanku 03

(by: M. Hakim)

Sambungan dari bagian 02

Kuhentikan jilatanku di vaginanya dan merangkak ke atas dan kupeluk Ami serta kuelus-elus rambutnya, serta merta dengan nafasnya yang masih tersengal-sengal, Ami menciumi pipiku serta berkata,
"Ooom aduh kok begitu yaa rasanya."
"Itu belum seberapa Am, nanti pasti Ami akan merasakan yang lebih nikmat lagi", kataku meyakinkannya sambil tetap kuusap-usap rambutnya dan kucium pipinya, Ami tidak menjawab tapi malah menutup kedua matanya dan kelihatan sedang mencoba mengatur nafasnya. Setelah kuperhatikan, nafas Ami mulai teratur, lalu sambil kucium pipinya kubisiki, "Amii sekarang oom boleh masukin punya oom ke punya Amii." Ami yang masih menutup matanya tidak segera menjawab. Setelah kutunggu sebentar dan tetap tidak ada jawaban lalu kuulangi bisikanku di dekat telinganya, "Boleh Aam?" dan Ami membuka matanya sebentar dan melihatku dengan wajah yang agak khawatir serta menjawab tapi dengan suara agak lirih yang hampir-hampir tidak terdengar,

"oom, Ami takuut oom."
"Takut apa Am, tanyaku pelan, oom nanti pelan-pelan kok, tidak apa-apa", sambil pelan-pelan kunaiki badan Ami dan kupegang kepalanya dengan kedua tanganku serta kuelus-elus rambutnya serta kucium kedua pipinya bergantian, sementara kurasakan kedua kaki Ami bergerak agak terbuka sedikit, entah karena menghindar tindihan kakiku atau memberikan persetujuan permintaanku serta kudengar suaranya kembali yang pelan di dekat kupingku, "Ooom, Amii takuut jaangaan Ooom." Sambil kembali kucium pipinya, kubisiki Ami, "Amm tidak apa-apa, Oom pelan-pelan kok", sambil segera kugunakan tangan kananku untuk memegang batang penisku serta mulai kuusap-usapkan kepala penisku di belahan vagina Ami, sedangkan Ami yang mungkin merasakan vaginanya tergesek oleh kepala penisku lalu dia membuka kakinya lagi agak lebar. Kepala penisku sekarang kumasukkan sedikit di belahan vaginanya dan kuusapkan ke atas dan ke bawah beberapa kali sepanjang belahan vagina Ami yang masih sangat basah. Lalu ketika kepala penisku berada di bagian bawah vaginanya dan kurasakan sudah tepat di lubang yang ku tuju, lalu kucoba menekannya ke dalam sedikit dan kusetop tekanan penisku ketika terasa mentok. Karena tidak ada reaksi dari Ami, segera kutekan lagi penisku lebih dalam dan kuperhatikan wajah Ami agak meringis sambil berkata agak berbisik "Aduuh oom saakiit jaangaan oom", mendengar suara ini segera kuhentikan tekanan penisku ke dalam vaginanya.

Setelah kudiamkan sebentar, kutekan lagi penisku dan kembali kudenga, r "oom saakiit", sambil kurasakan kuku Ami mencengkeram di punggungku. Aku jadi berpikir, kata Ami penis pacarnya sudah pernah masuk walau belum semuanya, kok sekarang sulit betul masuknya, padahal ukuran senjataku termasuk ukuran normal-normal saja. Setelah beberapa kali kucoba tekan dan setiap kali kuhentikan karena Ami berkata sakit. Pada tekanan penisku yang entah ke berapa kalinya dan tekanan penisku kulakukan agak kuat, tiba-tiba penisku terasa seperti menyobek sesuatu crreet, terperosok sedikit lalu terjepit dan bersamaan dengan itu kudengar Ami agak berteriak, "Aduuh oom, sakiit." Kemudian dari kedua matanya yang masih tertutup terlihat keluar air mata. Kuhentikan tekanan penisku dan aku juga tidak berusaha untuk menariknya keluar, jadi kubiarkan penisku terjepit di vaginanya dan bisa kupastikan kalau penisku saat ini sudah masuk sedikit dalam vagina Ami. Lalu kulepas pegangan tanganku pada batang penisku dan kembali kugunakan kedua tanganku untuk memeluk kepala Ami serta mengelus rambutnya serta kucium kedua matanya yang tergenang air mata.

Lalu kucium bibir Ami yang serta merta dengan matanya masih tetap merem mengimbangi ciumanku dengan menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan kesempatan ini kugunakan untuk menekan penisku masuk lebih dalam ke vagina Ami dan kulihat Ami merapatkan matanya lebih rapat lagi serta melepas ciumanku serta berteriak kecil, "Aah sakiit oom", dan kembali kuhentikan tekanan penisku walau posisinya sekarang mungkin sudah setengahnya masuk kedalam vagina Ami dan kembali kuciumi kedua pipinya dengan harapan Ami akan lebih tenang. Ketika kembali kucium bibirnya dan Ami kembali meladeni ciumanku dengan menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku, kembali kugunakan kesempatan ini untuk menekan penisku masuk semuanya ke dalam vaginanya dan kulihat sekarang hanya memejamkan matanya lebih rapat lagi seakan menahan rasa sakit tapi ciumanku tidak dilepaskannya dan untuk sementara kudiamkan penisku tanpa gerakan. Beberapa saat kemudian, sambil tetap masih berciuman kugerakkan penisku naik turun pelan-pelan dan kulihat sesekali Ami lebih merapatkan kedua matanya seperti menahan rasa sakit.

Tetapi lama kelamaan sambil tetap kumasuk keluarkan penisku dalam vaginanya, wajah Ami sudah tidak lagi kelihatan tegang lalu gerakan penisku sedikit kupercepat dan aku tidak menyangka kalau sekarang Ami juga mulai menggerakan pinggulnya pelan-pelan. Beberapa saat kemudian kuhentikan gerakan penisku keluar masuk sambil kubisiki, "Amii coba Ami sekarang hentikan gerakan pinggul Ami dan konsentrasikan otot-otot vagina yang bagian dalam sehingga vagina Ami bisa menjepit dan menghisap penis oom." Ami tidak menjawab tapi segera menghentikan gerakan pinggulnya dan diam sambil tetap masih memelukkan kedua tangannya di punggungku. "Ooom, Amii tidak bisaa", kata Ami lirih, "Cobaa teruus aam tadi sudah terasa vagina Ami sudah menjepit-jepit, cuma masih lemah", jawabku sambil kucium bibirnya. Kulihat Ami tetap diam tapi wajahnya dengan matanya masih tertutup, terlihat seperti lebih berkonsentrasi dan sekarang kurasakan jepitan-jepitan vagina Ami terasa lebih kuat dan membuat penisku lebih nikmat karena terpijit-pijit vagina Ami dan kubisiki dengan desahanku dan sekalian memberitahukan kalau usahanya mempraktekkan pelajaran kilatku sudah cukup berhasil.

"Amii yaa begituu Aam teruus enaak aam oouuhh, yaa begituu enaak aam", dan sehingga secara tidak sadar aku kembali menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya lagi dengan agak cepat dan Ami pun segera menggoyangkan pinggulnya serta jepitan-jepitan vaginanya pada penisku terasa semakin kuat dan kembali kudengar desahan Ami lirih, "Ooom, oom oouuhh sshh oouuhh enaak oom", berulang-ulang sambil kedua tangannya menekan-nekan punggungku dan kuimbangi desahan Ami dengan bisikan berulang-ulang, "Yaa Aam, teruus saayaang aaohh teruus aam, jepit yang keras aam aduuh enaak sayaang." Mungkin merasa usaha menjepit-jepit penisku berhasil dan mungkin menjadi terangsang dengan bisikan-bisikanku, Ami semakin mempercepat gerakan pinggulnya dan tangannya semakin kuat menekan punggungku dan kadang terasa agak sakit karena kuku-kuku tangannya seakan menusuk punggungku serta desahannya semakin kuat terdengar, "Oooh oouuh Ooom, oouuh aduuh Oom", dan kuimbangi ini semua dengan mempercepat kocokan penisku keluar-masuk vaginanya yang kayaknya sudah sangat becek dengan cairan-cairan sehingga sangat jelas terdengar bunyi ccroot ccrroott crroott.

Beberapa saat kemudian kurasakan gerakan pinggul Ami semakin cepat dan liar serta kepalanya digeleng-gelengkan ke kiri dan ke kanan dan wajahnya menegang seperti menahan sesuatu dan tiba-tiba Ami mengeluarkan teriakan agak keras dan panjang, sambil menekankan tangannya kuat-kuat dipunggungku, "Ooouuhh aahh Ooom, aaccrrhh oouuh aduuh oom aarrcchh", dan terus terkulai lemas dengan nafas terengah-engah, rupanya Ami sudah mencapai orgasmenya. Walaupun nafsuku sudah mendekati puncak tapi aku masih bisa menahan diri agar spermaku tidak keluar dan melihat Ami sudah terkapar lemas dan untuk memberi kesempatan Ami melepaskan lelahnya aku segera menghentikan gerakan penisku keluar-masuk vagina Ami, tapi masih tetap berada di dalam vaginanya sambil kupegang kepala dan kuciumi seluruh wajahnya. Setelah nafas Ami mulai agak teratur, sambil mencium pipiku Ami berkata lirih, "Ooom, Amii capeek oom, sudaah yaa oom?" sambil tangannya terasa berusaha sedikit mendorong punggungku. "Amii, oom kan belum selesai sayaang? Ami istirahat dulu saja sebentar sampai cepeknya hilang", sahutku lirih sambil kucabut penisku dari dalam vaginanya dan tiduran di sampingnya dengan tangan kiriku kuletakkan di bawah kepalanya sambil kuelus-elus rambutnya serta tangan kananku kuremaskan pelan di salah satu payudaranya yang kecil dan hanya terlihat menonjol sedikit karena Ami tidur telentang dan Ami dengan masih merapatkan matanya, hanya diam saja serta sedikit meremaskan tangan kirinya ke tanganku yang sedang mendekap payudaranya.

Setelah berdiam beberapa saat, lalu sambil kucium pipinya segera kubisiki di dekat telinganya, "Amii masih capeek yaang?" Ami tidak segera menjawab bisikanku melainkan hanya sedikit meremaskan tangannya yang ada di tangan kananku, entah apa yang dimaksud dengan remasan ini. Setelah kutunggu sebentar dan masih tidak ada jawaban dari Ami, lalu segera kucium pipinya dan kubisiki lagi, "Amii, kalau sudah tidak capek toloong doong isap punya oom dengan inii yaa sayaang", sambil kuletakkan jari tangan kananku di mulut Ami dan kembali kuremaskan di payudaranya serta kucium lagi pipinya sambil menunggu jawaban Ami. Ami membuka matanya sebentar seperti terperengah mendengar kata-kataku tapi kemudian matanya ditutup kembali seraya menjawab lirih. "Ooom, Ami tidak bisaa oom, Ami belum pernaah." Aku segera menjawab, "Dicoba sayaang, nanti juga bisa", kataku sambil terus bangun dan memiringkan badan Ami ke arah kanan serta aku duduk agak mengangkang sehingga penisku sekarang sangat dekat dengan wajah Ami. Lalu kupegang tangan kanannya dan kubimbing serta kupegangkan di batang penisku yang masih basah kuyup dengan cairan yang keluar dari vagina Ami, mula-mula jarinya seperti ditegangkan dan tidak mau memegang batang penisku, tapi setelah kuremaskan tanganku di jarinya, sekarang jarinya sudah memegang seluruh batang penisku walaupun terasa agak kaku sambil berkata lirih, "Jaangaan oom!"

Kemudian dengan tanganku masih menggenggam jarinya yang sudah menggenggam penisku, kubawa mendekati mulutnya dan sekarang kepala penisku sudah menempel pada mulutnya dan mungkin karena merasa mulutnya ditempeli penisku, Ami berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya lemah sambil dari mulutnya berbunyi, "hhmm, hhmm.. hhmm", tanpa kata-kata, mungkin karena takut membuka mulutnya. Usaha ini terus kulakukan sambil menggeser-geserkan kepala penisku di sepanjang mulutnya yang kecil mungil itu dan kadang-kadang sedikit kutekankan pada mulutnya yang semakin dirapatkan sambil tetap berbunyi, "Hhmm hhmm hhmm..", tapi sekarang sudah tidak sering lagi menggelengkan kepalanya. Pada usahaku berikutnya, ketika kepala penisku kembali kutekankan lebih kuat pada mulutnya yang masih tertutup rapat itu, dari mulut Ami masih terdengar bunyi, "hhmm hhmm", tapi tiba-tiba kudengar dia mengatakan "Jaangan", dengan mulutnya sedikit terbuka, kesempatan ini tidak kusia-siakan, segera kusodokan kepala penisku pada mulutnya yang terbuka sedikit dan masuk seperempat batang penisku ke dalam mulutnya dan terdengar suara "hHPp", dari mulut Ami yang tidak sempat menyelesaikan kata-katanya tadi karena sekarang sudah tersumpal oleh penisku. "Ayoo aam toloong diisaap yaang", kataku sambil kulepaskan tangan kananku dan kugunakan untuk mengelus-elus rambut Ami dan dari mulut Ami hanya terdengar bunyi, "hhmm hhmm hhmm", tanpa mau menghisap apalagi menggerakkan mulutnya.

Terpikir dalam benakku, mungkin Ami tidak mau berbuat lebih jauh mungkin malu karena wajahku ada di dekatnya, apalagi ini baru pengalaman pertamanya mengulum penis orang. Lalu aku berusaha merebahkan badanku di sampingnya sehingga sekarang kepalaku sudah berada di depan vaginanya (posisi 69) dan aku menjadi agak kaget karena di bibir vaginanya terlihat ada bekas darah yang sudah mengering. Aku jadi berpikir, kata Ami sudah pernah dengan pacarnya walau tidak masuk semua. Dasar Ami belum pengalaman, mungkin waktu itu punya pacarnya belum sampai masuk. Jadi aku rupanya yang beruntung dapat perawannya dan dengan agak was-was kucari di alas tempat tidur Ami mungkin ada tercecer di situ dan untungnya tidak ada, sehingga was-wasku menjadi hilang.

Segera saja kujilat-jilatkan lidahku pada belahan bibir vaginanya dan benar saja dugaanku tadi, sekarang Ami sudah berani menggerakkan tangannya yang memegang batang penisku dan mulutnya maju mundur walaupun masih pelan-pelan sehingga membuat penisku terasa nikmat dan secara tidak sadar aku menyuarakan, "Aaam teruus, Aam nikmaatt, aduuh nikmat Yaang, teruus sampai dalaam Yaang sedoot aam..", sedangkan dari mulut Ami hanya kudengar suara "hhmm hhmm hhmm", saja. Karena posisi badan Ami yang miring dengan kedua kakinya bertumpu satu dengan lainnya, sehingga membuat vaginanya menjadi rapat dan ini membuatku sulit untuk menjilati dan menyedot lubang vaginanya, lalu kuangkat kaki kirinya dan kuselipkan kepalaku di antara kedua kakinya, sehingga sekarang kepalaku bersandar pada kaki kanannya serta kugunakan kedua tanganku untuk memegang kedua bibir vaginanya dan membukanya lebar-lebar sehingga dengan mudah lidah dan mulutku menjilati dan menghisap bagian dalam vagina Ami yang kemerahan serta penuh dengan cairan itu sehingga terasa seluruh wajahku seperti basah semua dan mungkin jilatan dan hisapanku ini membuat nafsu Ami semakin tinggi sehingga membuat Ami semakin cepat dan semakin dalam mengulum penisku keluar masuk mulutnya dan sesekali disertai sedotan yang kuat serta kocokan tangannya di batang penisku semakin cepat disertai suara yang keluar dari mulutnya "Hhhmm hhmm hhmm hhmm", semakin keras.

Ini semua membuat nafsuku semakin tinggi dan lagi-lagi secara tidak sadar, kubalik dan kuangkat badan Ami sehingga sekarang sudah berada di atas tubuhku dengan vaginanya menutupi seluruh mulutku dan sekarang makin leluasa mulut dan lidahku menjilati seluruh vaginanya tanpa perlu harus membuka bibir vaginanya dan kugunakan kedua tanganku bergantian kadang-kadang kucengkeramkan di pantatnya, kadang-kadang kuremas-remas kedua payudaranya yang kecil dan memijat badannya dan posisi ini pun yang ada di atasku, rupanya membuat Ami lebih bebas sehingga Ami dapat memaju-mundurkan mulutnya lebih jauh sehingga kadang-kadang penisku terasa ditelannya semua dan kocokan tangannya lebih cepat dan Ami pun menggerak pinggulnya naik-turun dengan cepat sampai kadang-kadang terasa sulit bernapas karena hidungku tertutup vaginanya. Hal ini berlangsung beberapa menit dan akhirnya aku merasa agak sulit mempertahankan agar spermaku jangan keluar dulu, lalu kudekapkan tanganku pada pantat Ami dan berteriak "aamm aam oom nggak tahaan mau keluaar ayoo yang cepaat aduhh Aam acrhh", sambil kutekan penisku kuat-kuat ke dalam mulut Ami dan kutumpahkan spermaku di dalam mulutnya dan yang kudengar dari mulut Ami hanya suara, "aarcrhh aarcrhh aarrchh", sambil melepas penisku dari mulutnya dan membantingkan badannya turun dari atas badanku.

Dengan nafasku masih terengah-engah, aku memutar badanku dan sambil kupeluk dan kucium dahinya aku bilang, "Aam terima kaasiih Sayaang", sedangkan Ami sambil mengelap mulutnya yang penuh dengan ceceran spermaku dengan tangannya lalu memencet hidungku sambil berkata, "Ooom jahaat mau keluar tidak bilang-bilang sampai ada yang tertelan", sambil terus memelukku dan mencium pipiku. Sambil balas kupeluk dan kucium bibirnya yang masih tercium bau spermaku, kubilang, "Sayaang tidak apa apa, itu vitamin kok."

Setelah berciuman beberapa kali, lalu kubilang, "Aam, sudah malam oom mau pulang ya, terima kasih yaa aam", kataku sambil terus bangkit dari tempat tidur serta melihat-lihat seluruh alas tempat tidur Ami, siapa tahu ada darah gadisnya yang tercecer dan untungnya tidak ada dan Ami pun segera bangkit dari tempat tidur dan segera mengenakan CD-nya sambil terus merangkulku dan mencium pipiku sambil berkata,
"Oom, Ami puaas Oom", dan setelah berhenti sebentar dia lanjutkan kata-katanya,
"Oom kalau nanti Ami kepingin lagii, gimana dong?"
"Lho kan ada pacar Ami", kataku.
"aah tidak enak Oom, dia masih bodoh."
Setelah selesai kukenakan celana pendekku lalu aku pamit.
"aam oom pulang yaa", dan sekali lagi Ami mencium pipiku sambil berkata,
"Tidur yang nyenyak yaa.. oom."

TAMAT




Article Directory: http://www.sumbercerita.com

Keponakanku 02

(by: M. Hakim)

Sambungan dari bagian 01

Kira-kira jam 3 sore, sedang nikmat-enaknya baca koran di ruang tamu rumah mertuaku sambil minum kopi. Si Ami (anaknya adik ibu mertuaku yang masih duduk di kelas 1 SMU dan adiknya Asih) datang menghampiriku lalu duduk di kursi sebelahku dengan wajah yang agak serius. "Ooom, Ami mau ngomong sedikit dengan om", (menceng juga si Ami ini, aku masih terhitung Masnya kok malah di panggil om). Aku jadi agak deg-degan melihat wajah Ami yang serius itu dan aku jadi yakin kalau yang mengintip tadi malam itu pasti dia, tapi dengan mencoba menenangkan diri aku bertanya pelan.

"Ami, ada apa kok kelihatannya serius benar sih?"
"Ami mau cerita ke Ibu dan Mbak Sri, soal om tadi malam dengan Mbak Asih", sahut Ami dengan ketusnya.
"Lho, lho tenaang sedikit dong Aam, Om kok tidak mengerti maksud Ami", jawabku dengan sedikit gemetar.
"aah om ini pura-pura tidak mengerti, padahal Ami melihatnya cukup lama apa yang om lakukan dengan Mbak Asih di kamarnya."

Aku jadi benar-benar kaget mendengar kata-kata Ami, yang rupanya cukup lama melihat apa yang kukerjakan dengan Asih, tapi aku masih berusaha tetap tenang dan berpikir, "Masak sih kalah dengan anak kemarin sore?"
"Ami..", kataku lirih tapi tetap kubuat agar setenang mungkin,
"Jadi Ami lama melihatnya? Kok Ami sampai tahu sih", tanyaku lagi. Dengan tetap menunjukkan wajahnya yang serius segera Ami menceritakan bahwa tadi malam, sewaktu selesai pipis di kamar mandi dan mau kembali ke kamarnya, samar-samar seperti mendengar orang sedang merintih. Karena berpikiran pasti ada yang lagi sakit, lalu Ami mencari dari mana datangnya suara rintihan itu dan ternyata datangnya dari kamar mbaknya. Tetapi karena rintihannya terdengar bukan seperti rintihan orang sakit, Ami membatalkan niatnya untuk masuk kamar mbaknya, tetapi hanya mengintip lewat korden yang menutupi pintu kamarnya Asih yang setengah terbuka dan diperhatikannya agak lama. Ami segera meninggalkan kamar mbaknya dan lalu pergi tidur karena Ami menyangka kalau aku melihatnya sewaktu wajahku menatap ke arah pintu kamar Asih.

"Oooh, Ami melihatnya cukup lama yaa? jadi tahu doong semuanya", kataku seperti bertanya tapi tidak mendapat jawaban dari Ami yang tetap membisu.
"Amii", kataku tetap lirih sambil kupegang tangannya,
"Toloong doong Am, jangan cerita ke orang lain apalagi ke Ibu dan Mbak Sri, om janji tidak ngulangi lagi deeh dan om mau deh bantu Ami apa saja, asaal Ami tidak cerita-cerita", kataku lanjut. Ami tidak segera menjawab kata-kataku dan juga tidak berusaha melepas tangannya yang kupegang, tapi tiba-tiba Ami menarik tangannya dari peganganku dan balik memegang tanganku sambil mengguncangnya serta berkata,
"Jadii om mau bantu Ami?" Mendengar kata-kata Ami terakhir ini, dadaku terasa agak plong.
"Amii, seperti kata om tadi, om akan bantu Ami apa saja asaal Ami janji tidak cerita-cerita", jawabku dengan sedikit penuh kekhawatiran.
"Jadii apa yang bisa Om bantu buat Ami?" tanyaku melanjutkan.
"Amii janji deeh om, cuma Ami saja yang tahu", kata Ami lalu diam sebentar.
"Oom begini.." kata Ami lalu dia menceritakan kalau pacarnya mau ulang tahun besok dan Ami mau mentraktir makan dan memberikan hadiah ultah pacarnya, karena dulu dia juga diberi hadiah sewaktu ultah, tetapi waktu kemarin minta ke ibunya bukannya diberi tetapi malah dimarahi. Setelah Ami menyelesaikan ceritanya lalu kutanya,

"Amii.., Ami butuh uang berapa..?" Ami tidak segera menjawab, tapi kemudian katanya, "Yaa terserah om saja seratus ribuu juga boleh Om", katanya sambil meremas tanganku yang dari tadi dipegangnya. Tidak kusangka aku bisa diperas oleh anak kecil, tapi yaa.. apa boleh buat daripada rahasia terbongkar, kataku dalam hati sambil terus kucabut dompetku dari kantong belakang dan mengeluarkan uang sebesar 250 ribu dan kusodorkan ke tangan Ami sambil kukatakan, "Nih Am, om kasih dua ratus lima puluh ribu buat Ami tapi sekali lagi janji lho yaa?" Ami menyambut uang yang kusodorkan sambil memelototkan matanya seperti tidak percaya serta berseru "Betuul niih Om?" dan aku menjawabnya dengan senyuman saja dan tiba-tiba Ami berdiri, memelukku sehingga kedua payudaranya yang kurasa lebih kecil dari payudaranya Asih kakaknya menempel di dadaku serta terus mencium pipiku sambil berseru "Maa kasiih yaa om, Ami janjii deeh", dan langsung mau lari kabur karena kesenangan. Tetapi langkahnya tertahan ketika tangannya kupegang dan segera kukatakan, "Amii tunggu dulu doong kita ngobrol dulu mumpung tidak ada orang." "Ngobrol apaan sih om", tanya Ami sambil duduk kembali di kursinya.

"Ami, om mau tanya yaa, tadi malam Ami melihatnya sampai lama sekali kenapa sih? pasti Ami pernah melakukannya juga yaa dengan pacar Ami?"
"aahh om siih mancing-mancing", jawab Ami sambil tertawa cekikikan.
"Benarkan Am? Buat apa sih om mancing-mancing, lihat dari jalannya Ami saja, Om sudah yakin kok kalau Ami sudah pernah", kataku sedikit serius agar Ami mempercayai omongan bohongku, padahal dari mana tahunya, kataku dalam hati. Ami sepertinya sudah termakan dengan omonganku, lalu sambil menggeser kursinya mendekati kursi yang kududuki Ami segera bertanya,
"Bee..tul yaa om? Jadi kira-kira ibu apa juga tahu om?"
"Aduuh mati.. saya Om, kalau ibu sampai tahu?" kata Ami sedikit sedih dan ketakutan. Karena aku sudah bisa menguasai Ami, lalu kuteruskan saja gombalanku.
"Amii, coba deh ceritain ke om dan om juga yakin kalau ibu tidak akan tahu, karena sesama wanita biasanya tidak bisa melihat gelagat-gelagatnya", kataku dan kelihatannya Ami percaya betul dengan gombalanku.

Setelah diam sebentar dan mungkin Ami sedang berpikir dari mana mau memulai ceritanya, lalu setelah menarik nafas panjang kudengar Ami mulai bercerita, "Begini om.." untuk menyingkat cerita, jadi pada prinsipnya Ami sudah dua kali melakukan dengan pacarnya yang duduk di kelas 2. Pertama, dilakukan di rumah pacarnya, tapi baru saja menyenggol barang Ami, eh.. sudah muncrat dan yang kedua katanya kira-kira dua minggu yang lalu dan kembali dilakukan di rumah pacarnya, barang Ami terasa sakit sewaktu pacarnya mulai menusukkan barangnya, tapi ketika Ami baru memegang barang pacarnya, eh.. tiba-tiba barang pacarnya mengeluarkan cairan putih dan langsung letoi, kata Ami sambil terus ketawa cekikikan.

"Oom.., apa sih enaknya gituan?" tanyanya.
"Ami kok tidak pernah merasakan apa-apa, tapi yang tadi malam sepertinya Mbak Asih kok terus-terusan merintih keenakan dan om juga begitu", katanya lagi.
"Memangnya nikmat yaa om?" Gila juga anak-anak sekarang ini, pikirku, sudah berani berbuat sejauh itu padahal Ami baru kelas 1 SLA.
"Yaa nikmat doong Mii", kataku sambil kuusap-usap salah satu pipinya yang terasa sangat mulus dengan punggung tanganku dan kelihatannya Ami diam saja dan menikmati usapan itu.
"Pacar Ami saja yang payah yang tidak bisa membuat Ami nikmat memangnya Ami kepingin yaa", sambungku.
"Iiihh om genit aah", jawab Ami sambil menepuk pahaku agak keras lalu terdiam sesaat seperti sedang berpikir.
"Oom.." kata Ami sambil terus berdiri dari kursi,
"Ami mau pergi dulu yaa mau cari-cari hadiah."
"Oh iyaa.. om yang tadi terima kasih yaa", katanya lagi sambil terus beranjak meninggalkanku, tapi baru beranjak selangkah Ami segera berbalik melihatku sambil berkata,
"Oom, nanti malam tolong ajarin Ami pelajaran kimia yaa?" Karena takut Asih curiga lalu kujawab saja permintaan Ami,
"Tidak mau ah Am, besok siang saja nanti Mbak Asih curiga."
"Lho Om Tris tidak tahu yaa kalau Mbak Asih dan ibu tadi pagi pergi ke Surabaya mau lihat Bapak?"
"Apa tadi tidak pamit, Om?" kata Ami sambil terus pergi tanpa menunggu jawabanku.

Malam harinya setelah selesai mendengarkan Dunia Dalam Berita dan beranjak mau mengunci pintu-pintu rumah mertuaku lalu terus tidur, muncul si Ami dari rumahnya sambil agak berlari dan memegang pintu yang akan kututup serta langsung berkata,
"Lho om sudah mau tidur?"
"Iyaa Am, om sudah ngantuk", jawabku malas.
"Yaa om kok gituu, katanya mau ngajarin Ami, ayo dong om ajarin pelajaran kimia", rengek Ami sambil mengguncang tanganku. Melihat Ami hanya pakai celana pendek dan baju yang cekak sehingga perut dan pusarnya kelihatan, memdadak kantukku jadi hilang, lalu sambil keluar dari pintu dan menutupnya dari luar, lalu kujawab,
"Ayoo kalau mau Ami begitu." Ami duduk di tempat di satu satunya tempat duduk yang diduduki oleh Asih kemarin di meja makan sambil membuka buku pelajarannya dan karena tidak ada kursi lain, aku berdiri di belakang kursi yang diduduki Ami. Ketika aku menuliskan dan menerangkan rumus-rumus kimia, aku hanya menjulurkan kepalaku kesamping kanan kepala Ami dan sesekali kualihkan pandanganku ke dalam baju Ami dan terlihat payudara Ami yang kecil tanpa memakai BH. Melihat ini penisku mulai berdiri di dalam celana pendek yang kupakai, sedangkan Ami tetap serius mendengarkan keterangan-keterangan yang kuberikan dan tidak menghindar atau menjauhkan badannya kala aku beberapa sengaja menempelkan pipiku ke pipinya. Pada saat Ami sedang menulis jawaban soal-soal yang kuberikan, kudekatkan wajahku ke wajahnya dan sengaja kuhembuskan nafasku ke dekat kupingnya sehingga Ami sambil terus menulis berkomentar, "Oom, nafasnya kok panas?" Komentar Ami tidak kujawab, tapi segera kucium pipinya dua kali dan Ami segera menghentikan menulisnya dan berkata, "Oom, jangan nakal dong", sambil kembali mau menulis.

Karena nafsuku semakin meningkat dan Ami hanya mengatakan begitu, keberanianku semakin bertambah dan pelan-pelan tanganku menyelusup lewat baju pendeknya bagian bawah dan kudekap kedua payudara Ami yang kecil itu serta kuremas pelan, dan kulihat dia melepaskan pinsil yang dipegangnya dan menutup kedua matanya sambil berdesah lirih, "Ooom sshh jaangaan Ooom", dan memegang serta meremas pelan kedua tanganku dari luar bajunya. Sambil tetap kuremas-remas payudaranya, segera wajahku mencari bibir Ami dan kucium dan Ami seperti kesetanan melumat bibirku dengan ganasnya sehingga dalam benakku terlintas pikiran anak sekecil ini kok sudah pintar berciuman. Dengan masih tetap kudekap kedua payudaranya dan berciuman, kugunakan kekuatan badan dan sikuku untuk merubah posisi kursi yang diduduki Ami dan setelah kuanggap baik, sambil tetap kucium bibirnya kulepaskan dekapan tangaku pada payudaranya dan kuraih kedua pahanya serta kubopong badan Ami serta kukatakan, "Amii, kitaa ke kamar Mbak Asih yaa", Ami tidak menjawab tapi hanya memegangkan tangannya ke bahuku.

Kutidurkan Ami di tempat tidur kakaknya dan segera kuangkat bajunya dari bawah serta kujilat dan kuhisap-hisap payudara Ami yang masih terbilang kecil, maklum baru kelas 1 SLA tapi sudah berani belajar intim dengan pacarnya dan Ami meremas-remas rambutku sambil mendesah, "Ooom, Ooom sshh sshh Ooom." Kuteruskan jilatan dan isapanku di kedua payudaranya bergantian dan kugunakan tangan kananku berusaha mencari dan membuka celana pendek Ami dan setelah kutemukan ternyata celana pendeknya memakai ritsluiting. Kubuka ritsluitingnya pelan-pelan dan kususupkan tanganku kedalam CD-nya serta kuelus permukaan vaginanya yang kecil dan terasa masih licin dan mulus seperti punya bayi tanpa ada bulu-bulunya dan ketika kuelus permukaan vaginanya, terasa Ami menggerakkan pinggulnya pelan dan masih tetap dengan desahannya yang kudengar semakin agak keras, "Ooomm sshh sshh Ooom." Lalu sambil mengelus vagina Ami yang cembung, kuselipkan jari tengahku di belahan vaginanya dan terasa sudah basah sekali dan jari telunjukku itu kutekan agak masuk dan kuusap-usapkan sepanjang belahan vaginanya dan ketika sampai di clitorisnya yang terasa kecil, kuusap-usapkan di seluruh clitorisnya sehingga membuat Ami menggelinjang agak keras dan mendesah semakin kuat, "Ooom sshh oom jaangaan oom sshh", dan desahan ini membuat nafsuku semakin tinggi dan penisku semakin tegang dan agak sakit terjepit celana pendekku.

Perlahan-lahan aku menurunkan badanku kebawah dan jilatanku pun sudah disekitar perut dan pusarnya, dan kedua tanganku kugunakan melepas celana pendek dan celana dalam Ami bersamaan, sedang tangan Ami masih tetap meremas-remas rambut dan kepalaku. Sambil melepas kedua celananya, mulutku sekarang sudah sampai di vaginanya yang menggembung mulus tanpa bulu-bulu sama sekali dan tercium bau aroma vagina yang khas. Karena Ami masih tetap merapatkan kedua kakinya, lalu kugunakan kedua tanganku untuk membuka kedua kakinya. Pertama-tama agak susah karena Ami berusaha menahan supaya kakinya tetap rapat sambil terdengar rintihan desahannya, "Ooom jaangaan oom suudaah oom", tetapi ketika lidahku kujulurkan dan kujilati sepanjang belahan vagina Ami yang agak terbuka itu, pertahanan kaki Ami untuk tetap merapat itu sudah hilang dan kedua kakinya dapat kubuka lebar dengan mudah dan terlihat bagian dalam vagina Ami yang basah dan kemerahan itu dan malah terasa Ami menaik-naikkan pinggulnya tapi tetap mengeluarkan rintihannya, "Ooom, suudaah oom sshh oom."

Semakin Ami mendesah atau merintih, nafsuku semakin kuat dan kujilati seluruh bagian vagina Ami dan sesekali klitorisnya kuhisap-hisap membuat desahan Ami semakin kuat dan kedua tangannya semakin keras meremas-remas rambut dan menekan kepalaku sehingga seluruh wajahku terasa basah semuanya dengan cairan yang keluar dari vaginanya, dan beberapa saat kemudian kurasakan gerakan pinggulnya naik turun semakin cepat dan jambakan di rambutku semakin kuat serta desahannya semakin keras, "Ooohh ooh oom aduuh oom sshh aahh ooh", dan aku jadi agak kaget karena tiba-tiba kepalaku terjepit kedua kakinya yang dilingkarkan di badanku serta kepalaku ditekan kuat-kuat ke dalam vaginanya serta tubuhnya bergerak ke kiri dan ke kanan sambil mengeluarkan erangan agak kuat, "Aah aah aduuh Ooom aahh Ooom enaak", lalu Ami terkapar diam, kedua kakinya yang tadi menjepit kepalaku jatuh di atas kasur disertai nafasnya terengah-engah dengan cepat, rupanya Ami telah mencapai orgasmenya.

Bersambung ke bagian 03




Article Directory: http://www.sumbercerita.com


Keponakanku 01

(by: M. Hakim)

Kebetulan sekolah sedang libur di bulan Oktober ini, aku (namaku Tris) bersama istri dan kedua anakku (yang besar baru kelas I SD) berlibur ke Malang sambil mengunjungi orang tua istriku. Rumah mertuaku bukannya di kota Malangnya tetapi agak jauh di Desa di luar kota Malang yang masih terasa sejuk. Seperti kebiasaan di desa, tetangga-tetangga mertuaku masih termasuk keluarganya juga dan di samping kiri rumah mertuaku adalah keluarga adik perempuannya yang sudah mempunyai anak 3 orang dan semuanya perempuan. Yang terbesar nama panggilannya Asih dan masih duduk di kelas 3 SMU di desanya, yang kedua bernama Ami masih kelas 1 di SMU-nya Asih dan yang terkecil Ari masih duduk di kelas 2 SMP, sedang bapaknya kerja di suatu PT di Surabaya yang hanya pulang ke desanya setiap bulan habis gajian.

Yang kudengar dari mertuaku, ke 3 keponakannya itu walau tinggal di desa tapi badung-badung dan susah di atur sampai-sampai ibunya kewalahan. Kupikir mungkin akibat bapaknya tidak pernah ada di rumah sehingga tidak ada yang disegani.

Untuk menyingkat cerita, baiklah kumulai saja kisah nyataku ini. Ketika tahu aku dan keluargaku datang di desa, ibunya Asih datang kepadaku dan meminta tolong untuk memberi les kepada ketiga anaknya terutama kepada Asih, karena ujian akhir sudah dekat. Oh iya, mertuaku dan keluarganya tahu kalau aku dulu kerja sebagai seorang Guru SLTA sebelum diterima kerja di salah satu BUMN di Jakarta. "Naak.. Triis, mumpung lagi libur di sini, tolong yaa si Asih dan adik-adiknya diberi les", kata ibunya Asih sewaktu semua keluarga sedang ngobrol-ngobrol. Asih dan adik-adiknya langsung protes ke ibunya,
"Buu, ibu ini gimana siih. Kita sedang libur kok malah disuruh belajar?"
"Asiih", teriak ibunya agak keras,
"Apa angka-angka di raportmu sudah bagus? Apalagi ujian sudah dekat, kalau hasil ujianmu jelek, bapakmu mana sanggup menyekolahkan kamu di Universitas swasta", lanjut ibunya dengan sedikit ngotot.

Supaya tidak terjadi keributan, lalu aku berusaha menengahinya dengan mengatakan "Asiih", ibumu benar ikut ujian UMPTN itu tidak gampang. Mas Triis mau kok membantu Asih dan adik-adik dan waktunya terserah saja, bisa pagi, siang atau malam."

Kebetulan hari Selasa sore, istriku dan ibunya pergi ke Kediri untuk mengunjungi saudaranya yang sedang sakit dan mungkin akan menginap semalam. Kira-kira jam 9 malam ketika aku sudah siap akan tidur, Asih yang memakai baju tidur tanpa lengan yang longgar dan belahan dadanya yang sangat rendah datang memintaku untuk mengajari matematika. "Lho kok malam-malam begini sich apa tidak ngantuk nanti?", kataku agak malas karena aku sendiri sudah mulai ngantuk. "Naah.. kata Mas Tris kemarin terserah Asih soal waktunya kebetulan lagi belum ngantuk nih Mas", jawabnya. Lalu Asih mengajakku ke rumahnya dan dia sudah menyiapkan buku-bukunya di meja makan. "Lho.. kok sepi", tanyaku pada Asih melihat rumahnya terasa sepi, "Kemana Ibu dan adik-adik mu Siih?" Sambil duduk di kursi satu-satunya di meja makan, Asih mengatakan kalau mereka sudah tidur sejak tadi.

Lalu Asih mulai membuka bukunya dan menanyakan persoalan-persoalan matematika yang tidak dimengertinya dan aku menerangkannya sambil berdiri disamping kirinya sambil sesekali kulirik belahan dadanya yang sangat jelas terlihat dari atas. Payudaranya tidak terlalu besar tapi terlihat menonjol tegang di balik baju tidurnya yang berleher rendah itu. Dari pengamatanku beberapa saat sewaktu Asih mengerjakan soal-soal matematika yang kuberikan, kelihatannya dia tidak bodoh-bodoh amat, mungkin karena bandel dan tidak pernah belajar saja sehingga hasil rapornya jelek. Suatu saat ketika aku menuliskan jawaban matematika yang ditanyakannya, secara tidak sengaja siku tangan kananku menyenggol payudaranya dan terasa empuk kenyal walaupun masih terbungkus BH-ya. "Asiih, ma'af yaa tidak sengaja", kataku basa-basi. eeh tidak menyangka kalau Asih malah berguman, "Aah sengaja juga tidak pa-pa kok.. Maas", katanya dengan tanpa menoleh. Nah kesempatan baik nih, sambil menyelam minum air, sambil mengajari siapa tahu dapat kesempatan menggoda Asih yang kudengar bandel dan suka pacaran di sekolahnya, pikirku.

Kembali Asih mengerjakan soal-soal yang kuberikan dan aku melihat apa yang dikerjakannya dari belakang badan Asih dan sesekali kulongok belahan dadanya yang membuat dadaku berdesir dan kepingin memegangnya serta membuat celana pendek piyama yang kukenakan kelihatan menonjok akibat penisku sudah berdiri. Aku jadi melamun dan mencari jalan bagaimana cara memulainya supaya bisa memegang payudara Asih. "Maas, panggil Asih yang membuatku agak tersentak dari lamunanku, kalau yang ini, gimana ngerjakannya?" kata Asih yang agak menunduk mendekati kertas kerjaannya di meja makan. Lalu aku membungkukkan badanku dari belakang sehingga badanku menempel di sandaran kursi dan kepalaku ada di kanan bahu Asih sambil tangan kananku menjulur ke depan di atas kertas kerjaan Asih dan menerangkan bagaimana cara mengerjakan persoalan yang ditanyakan, dan Asih tidak berusaha menghindar dari posisiku dalam menerangkan dan juga tidak berkomentar ketika beberapa kali payudaranya tersenggol tanganku sewaktu bergerak menerangkan di kertas kerjaannya. "Sudah mengerti aas", tanyaku setelah selesai menerangkan dan "Suu..daah maas", jawab Asih pelan dan kuangkat kepalaku menjauhi kepala Asih sambil kukecup mesra leher Asih yang jenjang dan kulihat Asih agak menggelinjang mungkin kegelian dengan kecupanku itu sambil berkata lirih "Aahh maas gee..niit aahh nanti Asih kasih tahu Mbak Sri (nama panggilan Istriku) lho baru tahu", menakut-nakutiku. "Yaa jangan dong Aas, bisa perang dunia nanti", kataku dari belakang dan kulanjutkan kata-kata rayuan gombalku "Haabis, Asih maniis dan body Asih menggairahkan siih", sambil kembali kukecup lehernya.

Lagi-lagi Asih menggelinjang dan lalu melepaskan pinsil dari tangannya sambil berkata pelan seolah mendesah "aahh maas, jaa..ngaan nanti ada yang tahuu." Karena tidak ada tolakan yang berarti dan Asih tidak berusaha menghindar atau pergi, aku semakin tambah berani dan kupegang kepalanya serta agak kuputar sedikit ke kanan lalu segera bibirnya kucium dalam-dalam dan tidak menyangka kalau Asih malah membalas ciumanku dan tangannya dirangkulkan ke badanku. Karena dalam posisi begini kurang nikmat, sambil masih tetap berciuman, lalu kuangkat Asih berdiri dari duduknya dan kupeluk rapat-rapat badannya ke badanku. Setelah puas kami berciuman, lalu kualihkan ciuman serta jilatanku ke arah leher Asih dan kudengar Asih mulai berdesah "Aahh.. aah maass aahh.. maas ja..ngaan di sini.. nanti ketahuan", mendengar desahan yang cukup merangsang ini, aku semakin tidak dapat menahan nafsu berahiku lalu tangan kananku kugunakan untuk meremas-remas payudara Asih dari luar BH-nya dan Asih kembali mendesah "aah maas ja..ngaan disinii."

"Asiih, kita ke kamar Asih sajaa yaa", dan tanpa menunggu jawaban Asih, kuangkat dan kubopong tubuh Asih sambil kutanya, "Kamar Asiih yang mana.. As?"
"Di dekat ruang tamu Mas", sambil kedua tangannya dirangkulkan ke leherku. Rupanya kamar Asih terpisah jauh dari kamar-kamar lainnya dan sesampai di kamarnya lalu kurebahkan Asih di tempat tidurnya dan langsung kupeluk dan kembali kulumat bibirnya dan Asih pun meladeniku serta sepertinya sudah berpengalaman.
Setelah puas kulumat bibirnya, kualihkan ciumanku ke arah leher dan telinganya serta tangan kananku kugunakan kembali untuk meremas-remas payudaranya sedangkan Asih hanya mengeluarkan desahan-desahan. Sambil tetap mencium leher, telinga dan seluruh wajahnya, aku mulai mencoba melepaskan kancing-kancing baju tidur Asih dan setelah semua kancing terbuka, Asih mendesah, "Maas jangaan maas Jaa..ngan", katanya tanpa adanya penolakan atau menghentikan tanganku yang melepas kancing-kancing baju tidurnya. Ketika kubuka kaitan BH di punggungnya, Asih juga seperti tidak menolak tetapi masih terdengar desahan suaranya, "Maas ja..ngaan maas." Setelah kaitan BH-nya terlepas segera kubuka BH-nya dan terlihat payudara Asih yang tidak terlalu besar dengan puting susunya kecil kecoklatan, segera saja kualihkan cuimanku dari leher langsung ke payudaranya dan tangan kananku kugunakan untuk mengelus-elus vagina Asih dari luar CD-nya.

Seraya menggerak-gerakkan bagian dadanya dan kedua tangan Asih dirangkulkan kuat-kuat ke badanku, desahan Asih semakin sering terdengar", Maas maas aduuh maas teruus maas." Desahan-desahan Asih semakin membuat penisku semakin tegang saja, dan setelah beberapa saat kuciumi serta kujilati payudaranya yang ranum itu, lalu ketelusuri perut dan pusar Asih dengan ciuman serta jilatanku dan kugunakan kedua tanganku untuk melepas CD-nya sehingga vagina Asih yang menggelembung di antara kedua pahanya dan hanya ditumbuhi bulu-bulu hitam yang tipis terlihat jelas. Ketika jilatanku sudah mendekati bibir vaginanya, secara perlahan-lahan Asih membukakan kedua kakinya dan tercium aroma khas vagina. Aku sudah tidak sabar, lalu kujilat bibir vaginanya yang agak terbuka dan kurasakan tubuh Asih menggelinjang kuat sambil mendesah agak kuat. "Maas aduuh maas sudaah maas", sambil menekan kepalaku agak keras dengan kedua tangannya sehingga mulut dan hidungku terbenam dalam vaginanya dan basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya. Lalu kuhisap-hisap bagian clitorisnya yang membuat Asih semakin sering menggelijang dan kuat desahannya, "Maas maas teruus.. Maas", dan ketika bibir vagina Asih kubuka dengan jari-jari tanganku, kulihat lubang vaginanya sudah mempunyai lubang yang agak besar dan sambil tetap menjilati vaginanya aku segera berkesimpulan kalau Asih sudah tidak gadis lagi dan mungkin sudah beberapa kali vaginanya dimasuki penis orang lain. Jilatan-jilatan serta sedotan-sedotanku sudah keseluruh vagina Asih dan pinggulnya semakin kuat pergerakannya serta kudengar desahan kuat Asih lagi "Maas, maas, Asiihh nggaak kuaat laggii maas, aahh", sambil tangannya menekan kuat-kuat kepalaku cukup lama dan pinggulnya kelojotan dengan cepat. Tapi tidak lama kemudian Asih terdiam dan yang kudengar hanya nafasnya yang terengah-engah dengan kuat. Setelah kudengar nafasnya mulai agak teratur, kurasakan kedua tangannya berusaha menarik pelan kepalaku ke atas, lalu aku merangkak di atas badan Asih dan kupegang kepalanya sambil kuciumi seluruh wajahnya dengan mulut dan hidungku yang masih basah oleh cairan vagina Asih. Sambil mencium lehernya, lalu kutanyakan apa yang ada dalam pikiranku tadi, "Asih sebelumnya sudah.. pernah.. seperti ini.. yaa?" Dan seperti kuduga Asih menjawab pelan. "Sudah Maas dengan pacar Asih, tapi tidak seperti sekarang ini, pacar Asih maunya cepat-cepat dan setelah diam sesaat Asih melanjutkan kata-katanya, "Maas, tapi jangan kasih tahu Ibu yaa?" Aku hanya mencium bibirnya dan kujawab singkat, "Nggaak akan doong aas", dan kembali kuciumi wajahnya.

"aas, boleeh sekarang Mas masukin?" kataku setelah diam sesaat, Asih tidak segera menjawab tetapi kurasakan kedua kakinya digeser membuka. Karena tidak ada jawaban, lalu kupegang batang penisku dan kuarahkan ke lubang vaginanyah serta pelan-pelan kutekan kelubangnya. Walaupun vaginanya masih basah dengan cairan, kurasakan masuknya penisku ke dalam vaginanya agak susah sehingga kuperhatikan wajah Asih seperti menahan rasa sakit dan terpaksa tekanan penisku kutahan. Melihat wajahnya sudah biasa dan kurasakan tangannya yang berada di pungungku menekan pelan-pelan, lalu kembali penisku kutekan pelan-pelan dan tiba-tiba penisku seperti terperosok ke dalam lubang, bleess.. serta kudengar Asih berteriak kecil, "aachh maas tahaan", sambil menahan pinggulku.
Setelah diam beberapa saat, kudengar kembali Asih berkata pelan, "Maas .. jangaan dalam dalaam yaa Maas, Asiih takut sakiit." Agar supaya Asih tidak kesakitan, lalu kuikuti pesan Asih dan aku mulai menarik penisku pelan-pelan dari dalam vaginanya dan menekan kembali pelan-pelan serta kubatasi tekanan masuknya penisku itu seperti pertama kali masuk kira-kira sepertiga panjang penisku.

Setelah beberapa kali keluar masuk, kurasakan penisku mulai lancar keluar masuk vagina Asih dan kuperhatikan wajah Asih sudah biasa dan tidak sedang menahan sakit, malahan sewaktu aku menahan pinggulku agar penisku jangan masuk terlalu dalam, ternyata sekarang Asih menaikkan pinggulnya dan tetap menekankan kedua tangannya di pinggulku. Karena sudah ada tanda ini, lalu kukocokkan penisku keluar masuk vagina Asih pelan-pelan lebih dalam, dan terus lebih dalam lagi dan terus sampai akhirnya penisku bisa masuk semuanya ke dalam vagina Asih dan setiap kali penisku masuk semua ke dalam vaginanya dan terasa sampai mentok di vagina Asih, kudengar Asih berdesah, "aahh maas", berulang-ulang.

Karena sudah kuanggap lancar dan tidak ada keluhan dari Asih, sambil kuciumi wajah dan bibirnya, lalu kupercepat kocokan keluar masuk penisku di vaginanya dan akibatnya sangat terasa gesekan-gesekan di vaginanya yang terasa sempit itu, membuatku tidak sadar berdesah, "Sshh sshh.. enaak Aass.. aaccrhh", sedangkan Asih yang mungkin sudah begitu terangsang, vaginanya mencuat akibat keluar masuknya penisku dan kadang-kadang sampai mentok di ujung vaginanya, gerakan pinggulnya semakin cepat dan tidak teratur serta kuku jari tangannya mencengkeram kuat di pinggangku sambil sering kudengar desahnya, "Maas teruus maas enaak aahh sshh enaak maas." Tidak terlalu lama kemudian gerakan pinggul Asih semakin liar, pelukan dan cengkeraman kukunya semakin sering dan nafasnya juga sudah semakin cepat dan tiba-tiba Asih berseru agak keras dan mudah-mudahan tidak sampai terdengar di kamar ibu atau adik-adiknya, "Maas.. maas Asiih suudah nggaak kuaat Maas, aduuhh Maas, Asiih sekaraang aduuh, keluaar aaccrhh", serta badannya seperti kejang-kejang, dan kubantu orgasmenya dengan memeluknya kuat-kuat serta kupercepat kocokan keluar masuk penisku di dalam vaginanya sambil kubisiki, "Asiihh teruuskan saa..yang teruuskaan sampaii Asih panas", tapi bersamaan berhentinya seruan Asih saat orgasme, kulihat sekelebat wajah perempuan entah Ami atau Ari menutup korden kamar Asih lalu berjingkat pergi dan Asih kelihatannya tidak tahu dan aku pun tidak akan kasih tahu. Tidak lama kemudian Asih terdiam dengan nafasnya yang tersengal-sengal dan menciumi seluruh wajahku serta membisikiku "Maas, maas hebaat, Asiih baru bisaa puaas sekarang dan Asiihh capeek bangeet maas."

Karena mendengar Asih mengatakan capai, aku jadi tidak tega lalu kubilang "Assiih, kalau asih capek istirahat saja duluu Mas cabut dulu yaa.. punya Mas?"
"aahh biaarkan sajaa.. duluu maas, maskan belum keluaar", jawab Asih tenang sambil mencium wajahku. Kulihat nafas Asih sudah normal kembali dan kedua tangannya diusap-usapkan di punggungku sambil masih tetap menciumi wajahku dan kurasa ini sebagai tanda bahwa Asih sudah siap lagi, lalu pelan-pelan aku mulai menggerakkan pinggulku lagi sehingga penisku mulai keluar masuk vaginanya yang semakin basah sambil kusedot-sedot salah satu puting susunya dan terdengar jelas bunyi, crroott crroot, pada saat penisku masuk ke dalam dan Asih masih diam saja mungkin sedang menikmati enaknya dinding vaginanya digesek-gesek penisku. Makin lama kocokan penisku semakin kupercepat dan sekarang terasa Asih sudah menggerakkan pinggulnya sehingga penisku terasa semakin nikmat sehingga tanpa sadar aku mendesis, "Aasiih enaak Aas aduuh enaak Aas", dan hampir bersamaan Asih pun mulai mendesah, "Maas.. Asiih jugaa Maas teruus maas aduuh.. enaak maas." Gerakan penisku keluar masuk semakin kupercepat dan terasa spermaku sudah di ambang pintu mau keluar dan kucoba menahannya sambil kutanyakan,
"Asiih maas sudaah nggaak kuaat keluarkannya dimanaa Aas?"
"Maas, biariin di dalam maas, Asiih pingin disemprot maas ayoo sama samaa Maas ayoo sekaraang Maas!" dan aku berseru agak keras
"aaccrhh aahh Maas keluaar aaccrhh", sambil kupererat pelukan dan penisku kutekan dalam-dalam ke vaginanya dan hampir bersamaan Asih pun berteriak cukup keras,
"Maas aacrhh maas Asiih keluaar." sambil menggerakkan pinggulnya secara liar. Setelah itu kami sama-sama terdiam tapi dengan nafas yang tersengal-sengal dan segera kucabut penisku dari dalam vagina Asih dan langsung kupakai celanaku tanpa me-lap lagi dan kubilang, "Asiih Mas pulang kesebelah dulu yaa, takut dicariin."

Sesampainya di rumah mertuaku yang cuma sebelah rumahnya Asih, aku tidak melihat tanda-tanda ada yang masih ada yang bangun. Lalu kukunci semua pintu-pintu dan aku langsung tertidur di dekat ke 2 anakku. Siang harinya waktu aku sedang ngobrol dengan beberapa keluarga istriku di rumah mertuaku, tiba-tiba telepon berbunyi dan salah seorang memanggilku. "Maas ada telepon dari Mbak Sri", (nama Istriku)."Maas", kata istriku dalam telepon, "Kayaknya aku belum bisa pulang hari ini mungkin baru besok, habis ibu banyak yang perlu diurus. Jaga anak-anak ya Maas", kata istriku mengakhiri teleponnya.

Bersambung ke bagian 02




Article Directory: http://www.sumbercerita.com

Keperawananku Direnggut Papa


Sebelumnya saya perkenalkan nama saya Nadya (bukan nama sebenarnya). Saya sebelumnya wanita baik-baik yang belum pernah mengenal sex sebelumnya.

Saya mengalamai pengalaman sex pertama saya dengan seorang laki-laki yang sebelumnya saya sangat respek padanya, laki-laki itu adalah papa saya sendiri.

Papa mempunyai kebiasaan yang buruk yaitu senang sekali bermabuk-mabukan dan membawa wanita jalanan ke rumah ketika mama sedang mengurusi bisnisnya ke luar negeri.
Papa dulunya seorang businessman yang sangat sukses yang bergerak di bidang jasa perbaikan kendaraan, bahkan bengkel papa sebelumnya sangat terkenal di negeri ini karena kekhususannya mengurusi mobil-mobil mewah.

Dulu papa sangat perhatian dan sangat sayang kepada kami, sampai akhirnya ketika krismon melanda negeri ini, kelakuan papa berubah 180 derajat, mulai dari bermabuk-mabukan sampai bercinta dengan wanita jalanan di rumah kami sendiri.

Dua tahun telah berlalu setelah krismon, bisnis papa semakin terpuruk, sehingga kami terpaksa mengadu nasib di negeri kangguru. Kami tidak tahu kelakuan papa selanjutnya, karena papa tinggal sendirian di rumah di Jakarta dengan seorang pembantu laki-laki.

Sampai akhirnya ketika saya dan adik saya Dania (bukan nama sebenarnya) pulang liburan ke Jakarta pada tahun 2002. Ketika itu, papa memintaku untuk magang di bengkelnya. Seperti kondisi sebelumnya, memang sedikit sekali pelanggan yang datang ke bengkel papa, sehingga terlihat sangat sepi.

Pada suatu hari saya mendapati papa sedang mabuk di ruangan kerjanya. Ketika itu aku menghampiri papa untuk menegurnya. Entah kenapa tiba-tiba papa menarikku dan mencumbuiku dengan paksa. Dia memaksakan memasukkan lidahnya ke mulutku sambil tangan kanannya meremas pantatku dan tangan kirinya meremas payudaraku.

Aku sudah berusaha untuk mengelak darinya, tapi ternyata tenaga papa lebih besar dari tenagaku. Entah kenapa tiba-tiba ada suatu rasa yang nikmat yang menjalar di sekujur tubuhku, dan payudaraku terasa mulai mengeras. Papa mulai memainkan lidahnya di dalam mulutku, dan secara reflect lidahku membalasnya.

Aku merasakan celana dalamku mulai basah, dan aku sepertinya mulai terangsang oleh cumbuan papa. Peristiwa itu berlangsung selama 8 menit. Tiba-tiba papa melepas pagutan bibirnya dari bibirku, dan sepertinya dia mulai tersadar dari mabuknya. Papa mendorong tubuhku dan meminta maaf sambil menitikkan matanya penuh penyesalan.

Setelah itu saya segera pulang dengan mobilku sendiri, sedangkan papa masih harus melanjutkan pekerjaannya. Selama dalam perjalanan pulang, saya menangis karena masih terbayang dengan perbuatan papa tadi. Perasaan benci, kecewa, tapi bercampur dengan rasa nikmat yang sebelumnya tidak pernah saya rasakan. Ketika sampai di rumah, saya mendapati celana dalam saya masih basah, dan saya langsung masuk ke kamar mandi untuk menghilangkan rasa jijik saya.

Ketika saya mandi, saya masih membayangkan perbuatan papa tadi, sampai secara tidak sadar, saya meremas payudara saya. Saya mulai merasakan nikmat yang luar biasa, bercampur dengan guyuran shower yang mengalir di sekujur tubuhku. Siraman air shower terasa nikmat sekali di memek saya, dan secara tidak sadar, saya mulai mengelus memek saya.

Perasaan nikmat semakin menjadi-jadi sampai akhirnya seluruh tubuhku mulai mengejang dengan hebatnya, dan cairan hangat keluar dari memek saya. Setelah itu tubuh saya terasa lemas, dan akhirnya saya tertidur pulas setelah selesai mandi.

Keesokan paginya waktu saya sedang sarapan, papa kembali meminta maaf kepadaku, tetapi aku bingung menyikapinya, karena di lain sisi aku menginginkan kejadian kemarin terulang kembali.

Setelah itu papa berangkat ke kantor dan saya mengantarkan adik saya ke rumah temannya. Selama di kantor, segala sesuatu berjalan seperti biasa, sampai ketika saya hendak pulang, mobil saya tidak bisa dihidupkan, dan mekanik anak buah papa tidak sanggup menyelesaikannya hari itu juga.

Akhirnya saya ke ruangan papa untuk mengajak pulang bareng. Ternyata seperti biasa papa sedang mabuk-mabukan lagi. Walaupun sedang mabuk, papa masih tetap sadar dan mengajak saya untuk pulang saat itu juga. Segalanya berjalan dengan normal selama dalam perjalanan pulang, sampai di dekat rumahku, papa menghentikan mobilnya dan tiba-tiba dia membuka celananya dan memerintahkanku untuk memegangnya.

Tiba-tiba papa memanggilku dengan nama mamaku. "Nancy, tolong elus kontol gua dong, gua udah lama gak elu isepin!" Tentu saja aku kaget, ternyata selama mabuk, papa menganggapku sebagai mama, karena kemiripan mukaku dengan muka mama. Karena ada dorongan setan, aku mulai memegang dan mengulum kontol papa yang ternyata besar sekali sampai-sampai tidak cukup masuk ke dalam mulutku.

Secara reflek saya mulai memaju-mundurkan kepala saya dan mulai menjilati biji peler papa. Pada saat itu, papa mulai mengelus paha saya, dan akhirnya tangannya melepas celana dalamku. Kemudian jari-jarinya bermain di bibir memekku.

Selama lima menit, papa memainkan memekku, hingga akhirnya cairan hangat mengalir dari memekku, aku merasakan nikmat yang luar biasa. Setelah beberapa menit kemudian, aku sudah hampir sampai untuk kedua kalinya, tiba-tiba cairan putih keluar dari kontol papa, dan tertelan olehku, dan rasanya gurih sekali. Setelah itu, papa menjadi lemas dan mengeluarkan jarinya dari dalam memekku, sehingga aku merasa nanggung.

Saat itu juga, papa langsung tertidur di dalam mobil, dan karena merasa kesal, aku pulang jalan kaki, yang jaraknya tidak jauh dari rumahku.

Sampai di persimpangan jalan rumahku, aku bertemu dengan kakak kelasku di SMA yang sudah 2 tahun tidak ketemu, namanya Bang Jhonny (bukan nama sebenarnya) yang terkenal playboy waktu di SMA dulu. Tampang Bang Jhonny sebenarnya biasa-biasa saja, entah kenapa dia bisa menjadi playboy. Kami bersalaman dan dia berusaha memelukku dengan erat, aku berusaha menolaknya, karena tidak ingin Bang Jhonny tahu kalau celana dalamku basah.

Aku berlari ke rumahku, dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan memekku. Sambil mandi, aku mulai masturbasi kembali, karena perasaan nanggung tadi masih ada. Setelah selesai mandi, aku mengenakan daster tanpa celana dalam dan bra karena kebiasaanku setiap tidur. Setelah itu aku tidur tanpa sempat makan malam.

Pada saat aku sedang tidur nyenyak, aku merasakan ada yang sedang berusaha melepaskan tali dasterku. Karena masih capek akibat orgasme yang berulang kali tadi, aku tidak bisa terbangun. Tangan itu menjalar sampai ke payudaraku dan aku merasakan lidah sedang bermain di pentilku.

Tanpa sadar aku mengerang nikmat, dan membayangkan papaku sedang melakukannya. Kemudian bibir itu terus bergerak menuju leherku sampai akhirnya berhenti di bibirku. Aku membalas pagutan bibirnya dan tiba-tiba aku tersadar dan terbangun. Aku mendorong tubuh itu yang ternyata adalah papaku.

Dengan sekuat tenaga papa tetap memaksaku dan semakin liar perlakuannya kepadaku, sehingga dasterku robek, sehingga tubuh indahku terlihat di depan matanya. Dengan paksa dia mengangkangkan kedua kakiku dan mulai menjilati memekku. Aku berusaha menjauhkan kepala papa dari memekku sehingga papa terjengkang dari tempat tidur.

Papa segera bangkit dan menarik tubuhku sambil menampar pipiku dengan keras. Dilucutinya semua pakaiannya sehingga hanya tubuh polosnya yang terlihat. Tanpa basa-basi aku didorongnya kembali ke tempat tidur dan sekarang mencoba untuk memasukkan kontolnya ke lobang kenikmatanku.

Dengan pasrah aku menuruti kemauannya karena menurutku sudah percuma untuk menolak lagi. Dia mulai menggenjot memekku kedepan dan belakang. Karena aku berusaha melawan memekku terasa sangat perih, lagi pula saat itu aku masih perawan dan lubangnya sangat sempit. Tetapi setelah lama kelamaan ternyata aku mulai menikmati permainannya dan mulai menggerakkan pantatku naik turun. Beberapa lama setelah itu kurasa cairanku mendesak memek dan terasa akan keluar.

Dengan segera kupercepat gerakan pantatku dan akhirnya aku berteriak nikmat karena aku mencapai puncak kenikmatan. Beberapa saat kemudian papa membalikkan tubuhku dan mulai mengelus lubang pantatku serta menjilatinya. Aku yang sudah sangat lemas sebenarnya sangat jijik dengan perlakuannya, tetapi seperti sebelumnya aku hanya bisa pasrah. Papa yang sudah sangat bernafsu segera menghujamkan kontol besarnya ke dalam lubang pantatku.

Tanpa sadar ternyata meneteslah darah dari memek dan pantatku bercampur dengan cairan vaginaku. Aku berteriak dengan kerasnya karena rasa sakit luar bisa dari lubang pantatku. Mendengar teriakanku papa semakin nafsu menghujamkan kontolnya berkali-kali sambil menjambak rambutku dengan kerasnya. Papa semakin mempercepat gerankan kasarnya, dan seketika dia mengejang dan berteriak keras, aku merasa cairan sperma papa terus menerus mengalir masuk ke pantatku.

Setelah puas dengan semua prilakunya papa tergeletak lemas disampingku dan aku hanya bisa merenungi nasibku. Hilang sudah keperawananku yang selama ini kujaga dan ternyata harus kurelakan direnggut oleh orang yang sangat ku hormati dan sejak saat itu aku merasa telah berkhianat pada mamaku.

Walaupun setelah perawanku direnggutnya aku semakin sering melakukan hubungan sex dengan papa selama berada di Jakarta. Selain dengan papa, aku juga sering melakukan sex dengan Bang jhonny yang akhirnya menjadi pacarku.

Tapi kini Bang jhonny telah meninggalkanku untuk selama-lamanya karena dia overdosis narkoba. Karena telah sering melakukan hubungan sex, aku menjadi seorang maniak yang selalu butuh sentuhan lelaki.

Bagi siapa saja yang tertarik dengan kisahku atau bisa memberikan solusi padaku silahkan hubungi aku pada alamat emailku.




Article Directory: http://www.sumbercerita.com

Kenikmatan Bude Aminah 02


Sambungan dari bagian 01

Masih di atas tempat tidur itu, kini aku mengambil posisi di atas Bude Aminah yang berbaring menghadapnya. Tubuhku siap menindih tubuh Bude Aminah yang bahenol itu. Perlahan tapi pasti aku masuk dan mulai bergoyang penuh kemesraan. Kuraih tubuh Bude Aminah sambil menggoyang penuh perasaan. Sepasang kemaluan kami kembali saling membagi kenikmatannya. Suara desahan khas mulai terdengar lagi dari mulut kami, diiringi kata-kata rayuan penuh nikmat dan gairah cinta.

Kini aku semakin garang menidurinya. Gerakanku tetap santai, namun genjotan pinggulku pada tubuh Bude Aminah lebih bertenaga. Hempasan tubuhku yang kini turun naik di atas tubuh Bude Aminah sampai menimbulkan suara decakan pada permukaan kemaluan kami yang beradu itu. Bibir kami saling pagut, kecupan disertai sedotan di leher kami berduan semakin membuat suasana itu menjadi tegang dan menggairahkan. Teriakan-teriakan keras keluar dari mulut Bude Aminah setiap kali aku menekan pantatnya ke arah pinggul Bude Aminah.

Beberapa saat lamanya kami lalu berganti gaya. Bude Aminah menempatkan dirinya di atas tubuhku, dibiarkannya aku menikmati kedua buah dadanya yang menggantung. Dengan leluasa kini aku menyedot puting susu itu secara bergiliran. Tidak puas-puasnya aku menikmati bentuknya yang besar itu, aku begitu bersemangat sambil sebelah tanganku meraba punggung Bude Aminah. Buah dada besar dan lembut nan mulus itu pun menjadi kemerahan akibat sedotan mulutku yang bertubi-tubi di sekitar putingnya. Sementara Bude Aminah kini asyik bergoyang mempermainkan irama tubuhnya yang turun naik, bergoyang ke kiri kanan untuk membagi kenikmatan dari kemaluan kami yang sedang beradu. Penisku yang tegang dan keras itu seakan bagai batang kayu jati yang tidak tergoyahkan. Sekuat Bude Aminah mendorong ke arah pinggulku, sekuat itu pula getaran rasa nikmat yang diperolehnya dariku.

"Ooohh.., oohh.., oohh.., enaknya Tomo.., oohh enaknya kontol kamu Sayang.., Bude ketagihan.., oohh lezatnya.., aahh.., uuhh.., sedoot teruus susu Bude.., oohh Sayang oohh," desah Bude Aminah bercampur jeritan menahan rasa nikmat dari goyang pinggulnya di atas tubuhku.
Untuk kesekian kalinya sensasi kenikmatan rasa dari batang kemaluanku yang besar dan panjang itu seperti bermain di dalam liang vaginanya. Liang kemaluan yang biasanya hanya merasakan sedikit geli saat bersenggama dengan suaminya itu kini seperti tidak memiliki ruang lagi oleh ukuran penisku.

Seperti biasanya, saat dalam keadaan tegang penuh, penisku memang menjadi sangat panjang hingga Bude Aminah selalu merasakan batang kemaluanku sampai membentur dasar liang rahimnya yang paling dalam. Dan keperkasaanku yang sanggup bertahan berjam-jam dalam melakukan hubungan seks itu kini kembali membuat Bude Aminah untuk kedua kalinya mengalami ejakulasinya. Dengan gerakan yang tiba-tiba dipercepat dan hempasan pinggulnya ke arah tubuhku yang semakin keras, Bude Aminah berteriak panjang mengakhiri ronde kedua permainannya.

"Aahh.., ahh.., aa.., aahh.., Bude ke.., lu.., ar laagii.., oohh.., kuatnya kamu Sayang, oohh..!" jeritnya kembali mengakhiri permainan itu.
"Oohh Bu.., enaak oohh vagina Bude nikmat jepitannya, oohh..!" balasku sambil ikut menggenjot keras menambah kenikmatan puncak yang dialami Bude Aminah.
Aku masih saja tegar bergoyang, bahkan saat Bude Aminah telah lemas tidak sanggup menahan rasa nikmat yang berubah menjadi geli itu.

"Aawww.., gelii.., Tomo stop dulu, Bude istirahat dulu Sayang, ohh gila kamu Tom, kok bisa kayak gini yah..?"
"Habiis Bude sih goyangnya nafsuan banget, jadi cepat keluar kan..?"
"Nggak tahu ya Tom, Bude kok nafsunya gede banget belakangan ini, sejak ngerasain kontol kamu, Bude benar-benar mabuk kepayang..," kata Bude Aminah sambil menghempaskan tubuhnya di sampingku yang masih saja tegar tidak terkalahkan.
"Sabar Bude, saya bangkitkan lagi deh..!" seruku sekenanya.
"Baiklah Tom, Bude juga mau bikin kamu puas sama pelayanan Bude, biar adil kan..? Sini Bude karaoke kontol kamu..! Aduuh jagoanku.., besar dan panjang oohh.., hebatnya lagi..," lanjut Bude Aminah sambil beranjak meraih batang kemaluanku yang masih tegang itu, lalu memulai karaoke dengan memasukkan penisku ke mulutnya.

Aku kembali merasakan nikmat dari permainan yang dilakukan Bude Aminah dengan mulutnya, batang kemaluan besar yang panjang dan masih tegang ini dikulum keluar masuk dengan buas oleh Bude Aminah yang sangat berpengalaman dalam melakukan hal ini. Sambil berlutut, aku menikmatinya sambil meremas kedua buah payudara Bude Aminah yang ranum. Telapak tanganku merasakan kelembutan buah dada nan ranum yang begitu kusukai. Dari atas tampak olehku wajah wanita paruh baya yang cantik dengan mulut penuh sesak oleh batang penisku yang keluar masuk.

Sesekali Bude Aminah menyentuh kepala penisku dengan giginya, hingga menimbulkan sedikit rasa geli.
"Auuwww.., nikmat Bude, sedot terus aahh, aduuh enaknya..!"
"Mm.., mm..," Bude Aminah hanya dapat menggumam akibat mulutnya yang penuh sesak oleh batang kemaluanku.

Aku begitu menikmati detik demi detik permainannya, aku begitu menyenangi tubuh bongsor wanita yang berumur jauh lebih tua dariku. Nafsu birahiku pada wanita dewasa seperti Bude Aminah memang sangat besar. Aku tidak begitu menyenangi wanita yang lebih muda atau seumur denganku. Aku beranggapan bahwa wanita dewasa seperti Bude Aminah jauh lebih nikmat dalam bermain seks dibandingkan gadis ABG yang tidak berpengalaman dalam melakukan hubungan seks.

Setiap kali aku melakukan senggama dengan Bude Aminah, aku selalu merasakan kepuasan yang tiada duanya, Bude Aminah sangat mengerti apa yang kuinginkan. Demikian pula Bude Aminah, baginya akulah satu-satunya pria yang sanggup membuatnya terkapar di ranjang. Tidak seorang pun dari mantan kekasih gelapnya mampu membuatnya meraih puncak kepuasan seperti yang didapatkan dariku.

Sepuluh menit sudah aku dikaraoke oleh Bude Aminah. Kemudian kini kami kembali mengatur posisi saat Bude Aminah kembali bangkit untuk yang ketiga kalinya. Bude Aminah yang telah terkapar dua kali berhasil dibangkitkan lagi olehku. Inilah letak keperkasaanku, aku dapat membuat lawan mainku terkapar beberapa kali sebelum aku sendiri meraih kepuasan. Aku sanggup bermain dalam waktu dua jam penuh tanpa istirahat.

Sejenak kami bermain sambil berdiri, saling menggoyang pinggul, mirip sepasang penari samba. Namun kemudian dengan cepat kami menuju kamar mandinya dan masuk ke dalam bak air hangat yang luas, sambil mengisi bak rendam itu dengan air. Kami melanjutkan permainan di situ, kami masuk ke dalam bak dan langsung mengatur posisi di mana aku menempatkan diri dari belakang dan memasukkan penisku dari arah pantat Bude Aminah.

Adegan seru kembali terjadi, teriakan kecil menahan nikmat itu terdengar lagi dari mulut Bude Aminah yang merasakan genjotanku yang semakin nikmat saja. Diiringi suara tumpahan air dari kran pengisi bath tube itu suasana menjadi semakin menggairahkan.
"Aahh.., nikmat Tom, ahh.., oohh kontol kamu Sayang, oohh enaak, mmhh lezaatnya oohh.., genjot yang lebih keras lagi dong.., oohh enaak..!" teriak Bude Aminah sejadi-jadinya saat merasakan nikmat di liang vaginanya yang dimasuki batang kemaluanku.
Aku juga kini lebih menikmati permainannya, aku mulai merasakan kepekaan pada batang kemaluanku yang telah membuat Bude Aminah menggapai puncak dua kali itu.
"Oohh.., Bude.., vagina Bude juga nikmat sekali.., oohh saya mulai merasa sangat nikmat oohh.., mmhh.., Bude oohh, Bude Aminah, oohh Bude cantik sekali oohh.., saya merasa bebas sekali..," oceh mulutku menimpali teriakan gila dari Bude Aminah yang juga semakin mabuk oleh nikmatnya goyang tubuh kami.

Kami berdua memang tampak liar dengan gerakan yang semakin tidak terkendali. Beberapa kali kami merubah gaya dengan beragam variasi seks yang sangat atraktif. Kadang di pinggiran bath tub itu Bude Aminah duduk mengangkang dengan pahanya yang terbuka lebar, sementara aku berjongkok dari depannya sambil menggoyang maju mundur, mulutku tidak pernah lepas menghisap puting susu Bude Aminah yang montok dan besar. Bunyi decakan cairan kelamin yang membeceki daerah pangkal kemaluan yang sedang beradu itu pun kini terdengar bergericik seiring pertemuan kemaluan kami yang beradu keras oleh hempasan pinggulku yang menghantam pangkal paha Bude Aminah.

"Aduhh.., enaknya goyang kamu Sayang oohh.., teruus.., aahh genjot yang keraass.., oohh sampai puaass.., hhmm enakk sayangg.., mmhh nikmaattnya.., oohh.., enaknya genjotan kamu.., oohh.., Tomo Sayang ooh kamu pintar sekali, oohh Bude ngak mau berhenti sama kamu.., oohh.., jagonya kamu Sayang, oohh genjot terus yang keras..!"
"Ohh Bude Aminah, Bude juga punya tubuh yang nikmat, nggak mungkin saya bosan sama Bude, oohh.., apalagi susu ini.., oohh mm.., enaknya.., baru sekali ini saya ketemu wanita cantik manis dengan tubuh yang begitu aduhai seperti Bude, ooh Bude Aminah.., goyang Bude juga nikmat sekali, ooh meski Bude sudah punya anak tapi vagina ini rasanya nikmat sekali Bude, oohh susu bude juga mm.., susu yang paling indah yang pernah saya lihat.., auuhh enaaknya vagina ini.., oohh.., kontol saya mulai sedikit peka Bude..," balasku memuji Bude Aminah.

Kami berdua terus saling menggoyang sambil memuji kelebihan masing-masing, ocehan kami berkisar pada kenikmatan seks yang sedang kami alami saat ini. Aku memuji kecantikan dan kemolekan tubuh Bude Aminah, sedang ia tidak henti-hentinya memuji keperkasaan dan kenikmatan yang ia dapatkan dariku. Beberapa saat berlalu, kami kembali merubah variasi gayanya menjadi gaya anjing. Bude Aminah menunggingkan pantatnya ke arahku, lalu aku menusukkan kemaluannya dari arah belakang. Terjadilah adegan yang sangat panas saat aku dengan gerakan yang cepat dan goyang pinggul yang keras memnghantam ke arah pantat Bude Aminah. Ia kini menjerit lebih keras, demikian pula denganku yang saat ini mulai merasakan akan menggapai klimaks permainanku.

"Oohh.., oohh.., oohh.., aauuhh.., ennaakk.., Tom.. mo Syang.., genjoot.., Bude mau keluaar lagii.., oohh.., nggaak tahan lagi Sayang.., nikmaat oohh..!" jeritan keras Bude Aminah yang ternyata juga sedang mengalami ejakulasi.
Vaginanya merasakan puncak kenikmatan itu seperti sudah diambang rahimnya. Ia masih mencoba untuk bertahan.

Demikian halnya denganku yang kini sedang mempercepat gerakan pinggulku menghantam pantat Bude Aminah untuk meraih kenikmatan maksimal dari dinding vaginanya. Kepala penisku pun mulai berdenyut menandakan puncak permainanku akan segera tiba. Buru-buru kuraih tubuh Bude Aminah sambil membalikkan arah menjadi berhadapan, lalu kemudian aku mengangkat sebelah kakinya itu ke atas, dan dengan gesit memasukkan penisku kembali ke liang vagina Bude Aminah.

"Ooh Bude, saya juga mau keluar. Kita pakai gaya ini yah? Saya mau keluarkan sekarang juga.., aauuhh Bude Aminah sayang.., oohh.., enaakk.., oohh.., vagina Bude njepit.., enaak..!" teriakku diambang puncak kenikmatannya.
Aku begitu kuat merasakan cairan sperma yang sudah siap meluncur dari penisku yang dalam keadaan puncak ketegangan. Kemaluanku terasa membesar, sehingga vagina Bude Aminah terasa semakin sempit dan nikmat. Bude Aminah pun merasakan hal yang tidak kalah nikmatnya, vaginanya seakan sedang merasakan nikmat yang super hebat dan membuatnya tidak dapat lagi menahan keluarnya cairan kelamin dari arah rahimnya.

"Oohh.., aahh.., Bude keeluuaarr laagii.., aahh enaakk.., Tomoo..!" teriak Bude Aminah mengakhiri permainannya, disaat bersamaan aku juga mengalami hal yang sama.
Aku tidak dapat lagi menahan luncuran cairan spermaku, sehingga penisku pun menyemprotkan cairan ke dalam rongga vagina Bude Aminah dan membuatnya penuh. Dinding vagina itu seketika berubah menjadi sangat licin akibat dipenuhi cairan kelamin kami. Aku tidak kalah seru menikmati puncak permainannya, aku berteriak sekeras-kerasnya.
"Aahh.., saya keluaarr juga Bude Aminah, oohh.., oohh.., sperma saya masuk ke dalam vagina Bude.., oohh.., lezaat.., oohh Bude Aminah sayaanng.., oohh Bude Aminah.., enaak..!" jeritku sambil mendekapnya dengan keras dan meresapi semburan sperma dalam jumlah yang sangat banyak.
Cairan putih kental itu sampai keluar meluber ke permukaan vagina Bude Aminah.

Akhirnya kami ambruk dan saling mendekap dalam kolam air hangat yang sudah penuh itu. Kami berendam, dan kini saling membersihkan tubuh yang sudah lemas akibat permainan seks yang begitu hebat. Kami terus saling mencumbu dan merayu dengan penuh kemesraan.

"Tomo sayang..!" panggil Bude Aminah.
"Ya, Bude..?"
"Kamu mau kan terus main sama Bude..?"
"Maksud Bude..?"
"Maksud Bude, kamu mau kan terus kencan gini sama Bude..?"
"Oh itu, yah jelas dong Bude, masa sih saya mau ninggalin wanita secantik Bude," jawabku sambil memberikan kecupan di pipi Bude Aminah.

"Bude pingin terus bisa menikmati permainan ini, nggak ada yang bisa memuaskan birahi Bude selain kamu. Pakde Toyo nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan kamu. Dulu sebelumnya Bude juga pernah pacaran sama pegawai bawahan Pakde Toyo, tapi ah mereka sama saja, hanya nafsu saja yang besar, tapi kalau sudah main kaya ayam, baru lima menit sudah keluar."
"Yah saya maklum saja Bude, tapi Bude jangan kuatir. Saya akan terus menuruti kemauan Bude, saya juga senang kok main sama Bude. Dari semua wanita yang pernah saya kencani, cuma Bude deh rasanya yang paling hebat bergoyang. Bentuk tubuh Bude juga paling saya suka, apalagi kalau yang ini nih..," kataku sambil memilin puting susunya.
"Auuw.., Tomo..! Gelii aahh.., Bude udah nggak tahan.., nanti lagi ah..!" jerit Bude Aminah merasakan geli saat aku memilin puting susunya.

Kami terus bercumbu rayu hingga saat beberapa puluh menit kemudian mengeringkan badan kami, lalu beranjak menuju tempat tidur. Di sana lalu kami saling dekap dan hanyut dalam buaian kantuk akibat kelelahan setelah permaian seks yang hebat itu. Kami pun tertidur lelap beberapa saat kemudian. Masih dalam keadaan telanjang bulat, kami terlelap dalam dekapan mesra kami.

TAMAT




Article Directory: http://www.sumbercerita.com